Senin 15 Jan 2024 20:28 WIB

Dianggap Simbol Kemarahan Tuhan Hingga Membantu Columbus, Apa Itu Blood Moon?

Bulan darah pada dasarnya merupakan istilah lain dari gerhana bulan total.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Friska Yolandha
Penampakan gerhana bulan super blood moon dari Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (26/5). Gerhana bulan yang bertepatan dengan Hari Raya waisak 2021 ini bisa dilihat dari sebagian besar wilayah Indonesia.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Penampakan gerhana bulan super blood moon dari Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (26/5). Gerhana bulan yang bertepatan dengan Hari Raya waisak 2021 ini bisa dilihat dari sebagian besar wilayah Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi yang melewatkan fenomena blood moon atau bulan darah atau bulan merah pada 8 November 2022, perlu bersabar sedikit lebih lama. Blood moon berikutnya diprediksi baru akan muncul kembali pada 13-14 Maret 2025. 

Fenomena apakah bulan darah itu?

Bulan darah pada dasarnya merupakan istilah lain dari gerhana bulan total. Saat gerhana bulan total terjadi, bulan yang biasanya memancarkan cahaya putih akan tampak kemerahan. Warna merah inilah yang membuat gerhana bulan total terkadang disebut sebagai bulan darah atau blood moon.

Baca Juga

Gerhana bulan terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis lurus. Posisi tersebut membuat bulan akan tertutup oleh bayangan bumi.

Dalam gerhana bulan total, seluruh bagian bulan akan berada di bagian tergelap bayangan bumi yang bernama umbra. Ketika berada di umbra inilah, bulan akan tampak kemerahan bila dilihat dari bumi.

"Gerhana bulan terkadang disebut bulan darah karena fenomena ini," ungkap NASA melalui laman resminya.

Gerhana bulan total terakhir kali terjadi pada 8 november 2022. Fenomena ini diprediksi akan muncul kembali pada 13-14 Maret 2023. Setelah itu, Gerhana bulan total atau bulan darah baru akan kembali terjadi pada 7 September 2025 dan 3 Maret 2026.

Tampilan bulan darah yang tampak kemerahan dari bumi akan sangat bergantung pada sejumlah faktor. Sebagian di antaranya adalah polusi dan keberadaan awan atau puing-puing di atmosfer.

Sebagai contoh, fenomena gerhana bulan total terjadi sesaat setelah erupsi gunung berapi. Partikel-partikel letusan gunung berapi yang ada di atmosfer bisa membuat bulan darah tampak lebih gelap dari biasanya.

Selain bumi, planet-planet lain di dalam tata surya juga memiliki bulan. Akan tetapi, bumi merupakan satu-satunya planet di dalam tata surya yang bisa mengalami fenomena gerhana bulan. Alasannya, bayangan bumi yang terbentuk saat gerhana bulan total terjadi memiliki ukuran yang cukup besar untuk menutup semua permukaan bulan.

Sayangnya, kondisi ini tak akan....

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement