Senin 15 Jan 2024 23:55 WIB

50 Tahun Malari, Investasi Asing Jangan Sampai Jadi Pintu Korupsi

Tuntutan mahasiswa 1974 masih relevan sampai saat ini.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Aktivis peristiwa 15 Januari 1974 atau Malari saat menghadiri peringatan 50 tahun peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (15/1/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aktivis peristiwa 15 Januari 1974 atau Malari saat menghadiri peringatan 50 tahun peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (15/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peristiwa Malari genap berusia 50 tahun, hari ini (15/1/2024). Sehari sebelum 15 Januari 1974, Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa kecil-kecilan di Lanud Halim Perdanakusuma. 

Lalu, pada 15 Januari 1974, ribuan mahasiswa melakukan longmarch dari Kampus UI, Salemba ke Universitas Trisakti saat Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan PM Tanaka. Sementara mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, terjadi kerusuhan dan pembakaran di pusat Kota Jakarta. 

Baca Juga

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan mahasiswa pada kejadian Malari 1974 menolak masuknya investasi asing yang berpotensi membuka celah korupsi di pemerintahan. Serta juga menolak investasi yang berdampak buruk bagi lingkungan dan hak asasi manusia.

Piter menuturkan tuntutan mahasiswa 1974 masih relevan sampai saat ini. Piter menegaskan, mahasiswa bukan menolak investasi asing tapi korupsi, kerusakan lingkungan, dan pengabaian hak asasi manusia. 

“Investasi asing kita butuhkan tetapi jangan sampai menjadi pintu korupsi dan pengrusakan lingkungan. Apalagi melanggar HAM,” kata Piter kepada Republika, Senin (15/1/2024). 

Piter menuturkan, Indonesia sudah jauh lebih mandiri. Hanya saja, Piter menilai untuk tumbuh besar, Indonesia tetap membutuhkan investasi asing. 

Dia mengungkapkan, tidak ada negara di dinia ini yang bisa tumbuh menjadi negara besar tanpa investasi asing. “China menjadi superpower sekarang ini dikarenakan begitu besarnya FDI (foreign direct investment) yang masuk pada periode tahun 1980 hingga 1990-an. Bahkan, sampai saat ini FDI masih masuk deras ke China,” jelas Piter. 

Peristiwa Malari relatif tak berdampak pada hubungan bilateral antara RI dan Jepang. Malah 50 tahun kemudian, kerja sama di berbagai sektor antara kedua negara makin mesra dan lengket. 

Jepang saat ini masih menjadi investor otomotif terbesar di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga masih menjadi salah satu pasar otomotif terbesarnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement