REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan bahwa lembaganya telah menerima sebanyak 149 laporan dari masyarakat sepanjang tahun 2023.
"Sepanjang 2023, Dewas telah menerima pengaduan masyarakat yang jumlahnya adalah berhubungan dengan etik 67 laporan dan yang bukan berhubungan dengan etik ada 82 laporan," kata Tumpak dalam konferensi pers Laporan Kinerja Dewan Pengawas KPK Tahun 2023 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Dari 62 laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diterima Dewas KPK, sebanyak enam laporan telah ditindaklanjuti karena bukti atau alasan yang cukup. Sedangkan sisanya tidak dilanjutkan karena kurangnya alat bukti maupun alasan.
Kemudian dari enam laporan dugaan pelanggaran etik yang ditindaklanjuti, jelas Tumpak, tiga laporan diteruskan ke sidang kode etik dan tiga laporan lainnya masih dalam proses.
Tiga laporan yang masuk ke sidang kode etik tersebut masing-masing perkara chat (percakapan) antara Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dengan Pelaksana Harian Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) Idris Froyoto Sihite.
Sidang Majelis Etik Dewas KPK menyatakan Johanis Tanak tidak bersalah dalam perkara chat tersebut. Perkara kedua adalah sidang kode etik terhadap petugas Rutan KPK Mustarsidin atas perbuatannya melakukan perbuatan asusila terhadap istri salah satu tahanan KPK. Petugas yang bersangkutan dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik kategori sedang oleh Dewas KPK.
Berdasarkan Peraturan Dewas KPK tentang Penegakan Etik dan Pedoman Perilaku KPK pada Pasal 10 ayat (3) dijelaskan bahwa sanksi yang diberikan bagi pelaku pelanggaran sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama enam bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama enam bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama enam bulan.
Meski demikian, seiring dengan proses investigasi internal, KPK menyatakan Mustarsidin telah melakukan pelanggaran disiplin berat dengan sanksi pemecatan.
Kasus ketiga yang disidang oleh Majelis Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK adalah soal pertemuan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dewas KPK menyatakan Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku kategori berat.
Tumpak menjelaskan perbuatan Firli Bahuri juga dinyatakan telah melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK Pasal 4 ayat (2) huruf a Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 8 huruf e.
Atas pertimbangan tersebut, Dewas KPK kemudian menjatuhkan sanksi terberat bagi insan KPK, yakni diminta mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK.
Pembacaan putusan sidang kode etik tersebut juga dilakukan secara in absentia tanpa kehadiran Firli Bahuri.