REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui TCWC Jakarta (Tropical Cyclone Warning Center), mengidentifikasi Siklon Tropis Anggrek terbentuk di sekitar Samudra Hindia sebelah Barat Daya Bengkulu, dan Bibit Siklon 99S terbentuk di sekitar Utara Australia pada Selasa (16/1/2024). Deputi Bidang Meteorologi Guswanto dalam keterangannya disiarkan di Jakarta, Selasa, Siklon Tropis Anggrek tumbuh di area tanggung jawab TCWC Jakarta, sehingga sesuai dengan peraturan internasional yang berlaku maka Siklon Tropis tersebut diberikan nama yang dikeluarkan oleh TCWC Jakarta.
Berdasarkan data tanggal 16 Januari 2024 jam 07.00 WIB, Sistem Siklon Tropis Anggrek berada di posisi 9.4° LS, 93.3° BT dengan kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya mencapai 40 knot (75 km/jam) dan tekanan udara di pusatnya mencapai 995 hPa.
"Diperkirakan intensitas Siklon Tropis Anggrek masih cukup meningkat dalam 24 jam ke depan dan bergerak ke arah tenggara," ujar Guswanto.
Siklon tropis Anggrek dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia dalam 24 jam ke depan berupa tinggi gelombang 1,25 - 2,5 meter di Samudra Hindia barat Kepulauan Nias, Perairan Bengkulu, Perairan barat Lampung, serta Selat Sunda bagian selatan. Selanjutnya tinggi gelombang 2,5 - 4,0 meter di Samudra Hindia Barat Kep Mentawai hingga Lampung, Perairan Kep Enggano, serta Samudra Hindia Selatan Banten.
Sementara itu, bibit siklon tropis 99S terpantau di Australia bagian utara, tepatnya di sekitar 16.7° LS 131.8° BT dengan kecepatan angin maksimum di sekitar sistem mencapai 15-20 knot (28-37 km/jam). Dalam periode 48-72 jam ke depan, sistem bibit siklon 99S bergerak lambat ke arah timur-tenggara dengan potensi meningkat menjadi sistem siklon cenderung kecil peluangnya, kata Guswanto.
"Mencermati perkembangan dinamika atmosfer lain selain sistem siklon tropis Anggrek dan bibit siklon 99S di atas, dapat diidentifikasi adanya fenomena lain yang dapat meningkatkan potensi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan, yaitu Madden Jullian Oscillation (MJO) yang mulai aktif di wilayah Indonesia dan disertai dengan fenomena gelombang Kelvin dan Rossby Wave," katanya.
"Selain itu, penguatan aliran monsun Asia musim dingin cukup berkontribusi juga untuk memicu peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan," kata Guswanto."