Selasa 16 Jan 2024 20:09 WIB

Pemerintah Ubah Kebijakan Pajak Jasa Kesenian dan Hiburan, Ini Perinciannya

PBJT atas jasa hiburan tertentu seperti diskotik, kelab malam jadi 40 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Pengunjung memilih lagu yang akan dinyanyikan di Inul Vizta, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pemerintah menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung memilih lagu yang akan dinyanyikan di Inul Vizta, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pemerintah menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menurunkan tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan secara umum. Sebelumnya paling tinggi sebesar 35 persen, kini menjadi 10 persen.

Dijelaskan, penurunan itu dilakukan guna menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata. Sekaligus menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pemerintah juga memberikan pengecualian bagi jasa kesenian dan hiburan promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Itu, kata dia, menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.

“PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah jenis pajak baru. Sudah ada sejak Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)," ujarnya dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Pada masa tersebut, kata dia, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan. Disebutkan, jenis kesenian dan hiburan meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.

Lalu pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran, juga rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang. Ada pula panti pijat dan pijat refleksi, serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Pemerintah, lanjutnya, juga mengenakan PBJT atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan menetapkan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Penetaban tersebut mempertimbangkan, jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.

"Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha," jelas dia.

Dirinya menuturkan, terkait penetapan tarif, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan.

Termasuk mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat. Khususnya bagi kelompok masyarakat kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.

Lydia menambahkan, PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan merupakan pajak daerah. UU HKPD, jelasnya, memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan atau diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing, termasuk dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu pada kisaran tarif 40 persen sampai 75 persen.

UU HKPD, sambungnya, juga mengatur kewenangan Pemda dalam memberikan fasilitas berupa insentif fiskal. Tujuannya mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing-masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement