REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mempertimbangkan opsi menyetop alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) agar porsi dana pendidikan sebesar 20 persen per tahun bisa fokus membenahi riset dan pengembangan.
Pernyataan itu dikemukakan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjawab rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia yang kini masih relatif rendah.
"Kemarin juga sudah kami tinjau apa harus diteruskan LPDP itu, dengan jumlah yang sekarang sudah hampir Rp 140 triliun itu. Kemungkinan akan kita setop dulu," kata Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Ia mengatakan setiap tahun pemerintah menyisihkan rata-rata sekitar Rp 20 triliun dari 20 persen alokasi dana pendidikan, hingga kini terkumpul hampir Rp 140 triliun.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2016-2019 itu menyambut baik arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya porsi anggaran riset ke depan diperbesar, salah satunya melalui opsi dana pendidikan tersebut.
"Dana pendidikan kan 20 persen, otomatis setiap tahun naik itu, kalau APBN-nya naik, otomatis jadi menteri pendidikan atau jadi menteri yang mengurusi pendidikan itu tidur pun sudah naik otomatis anggarannya, dan itu harus ditingkatkan efisiensinya," kata Menko Muhadjir.
Dengan opsi tersebut, kata Muhadjir, diharapkan anggaran pendidikan yang 20 persen bisa sepenuhnya digunakan untuk membenahi rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia, termasuk kebutuhan anggaran riset dan pengembangan.
"Alokasi anggaran untuk riset dinaikkan, termasuk alokasi biaya beasiswa, termasuk pendidikan untuk ke perguruan tinggi, Diploma, S1, S2, S3 bisa ditingkatkan," katanya.
Dalam kesempatan itu Muhadjir juga memastikan bahwa opsi tersebut tidak akan menyetop jalannya program LPDP, selama dana yang kini terhimpun diinvestasikan oleh pengelola ke berbagai instrumen yang lebih menguntungkan.
"Kemarin saya kan sebagai Ketua Dewan Penyantun LPDP, itu sudah disepakati, termasuk kita harus sudah mulai berani berinvestasi di sektor-sektor yang agak berisiko, tetapi memang juga menguntungkan," katanya.
Sebelumnya dalam agenda Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Surabaya, Senin (15/1), Presiden Jokowi mengemukakan rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif di Indonesia masih sangat rendah.
"Indonesia itu di angka 0,45 persen. 0,45 persen. Negara tetangga kita, Vietnam Malaysia, sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen. Jauh sekali," kata Jokowi.