REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengimbau agar guru tidak terlibat politik praktis dalam proses Pemilu 2024. P2G tegas menolak politisasi ruang pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, kampus, dan lembaga pendidikan lainnya. Termasuk kepada guru dan murid.
"Kami sangat mengapresiasi langkah KPU memperketat aturan, sehingga tidak memungkinkan kampanye politik di sekolah atau madrasah," ucap Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri lewat keteranganmya, Selada (16/1/2024).
Sebelumnya, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN) Arie Budhiman menyebutkan, berdasarkan hasil pengawasan KASN periode 2020-2023, sebanyak 70 persen dari ASN dengan jabatan fungsional yang melanggar netralitas berprofesi sebagai tenaga pendidik. Ada sejumlah faktor yang mendorong guru dan dosen melakukan pelanggaran netralitas tersebut.
“Pertama, faktor ikatan persaudaraan antara guru dan dosen dengan calon peserta pemilu dan pemilihan. Kedua, adanya kepentingan pragmatis pada sebagian kalangan guru untuk berpindah ke jabatan struktural tertentu,” ujar Arie dikutip dari laman KASN, Selasa (1/8/2023).
Secara lengkap, berdasarkan hasil pengawasan KASN periode 2020-2023, sebanyak 1.596 ASN terbukti melanggar dengan 533 ASN atau 26,5 persen, di antaranya adalah ASN dengan jabatan fungsional. Dari total 533 ASN pelanggar pada jabatan fungsional, sejumlah 373 ASN atau 70 persen di antaranya berprofesi sebagai tenaga pendidik, yang terdiri atas dosen dan guru.
Adapun jenis pelanggaran yang banyak dilakukan adalah kampanye atau sosialisasi media sosial melalui unggahan, komentar, membagikan, atau menyukai sebesar 34,9 persen, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan sebesar 27,8 persen, foto bersama bakal calon atau pasangan calon 14,5 persen, dan menjadi peserta kampanye dengan memakai atribut partai, atribut PNS, atau tanpa atribut 4,5 persen.
Sementara itu, Inspektur IV Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Subiyantoro, menyampaikan, pihaknya telah berupaya membangun sistem pencegahan netralitas ASN. Kemendikbudristek akan membuat surat edaran menteri dan nantinya akan ditindaklanjuti dengan pembentukan satgas netralitas serta melaksanakan supervisi sebagai bentuk pembinaan.
“Kami saat ini sudah membangun dan menyosialisasikan kanal-kanal pelaporan di lingkungan Kemendikbudristek sebagai komitmen menjaga netralitas ASN,” kata Subiyantoro.
Dia menjelaskan, pengawasan yang kuat disertai dengan penetapan sanksi dan pencegahan menjadi kunci untuk memastikan netralitas ASN pada tahun politik 2024. Hal itu berlaku khususnya bagi ASN tenaga pendidik berupa dosen dan guru.
Baca juga: Golongan yang Gemar Membaca Alquran, Tetapi Justru tidak Mendapat Syafaatnya
Baru-baru ini beredar video oknum guru verstatus ASN di Tasikmalaya yang secara terang-terang mendukung salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengingatkan agar ASN menjaga kode etik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam aturan tersebut termaktub ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Meskipun sejatinya ASN memang memiliki hak pilih dalam setiap pesta demokrasi yang berlangsung.
“ASN harus jaga netralitas, apalagi sebagai guru yang senantiasa digugu dan ditiru, selayaknya memberi contoh yang baik secara hukum maupun etik,” ungkap Fikri beberapa waktu lalu.