Rabu 17 Jan 2024 10:04 WIB

Cina Panggil Dubes Filipina, Buntut cuitan Presiden Marcos Jr

Pernyataan Presiden Filipina dirasa sangat melanggar prinsip 'Satu Cina.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Cina pada Selasa (10/1/2024).
Foto: ANTARA/Desca Lidya Natalia
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Cina pada Selasa (10/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina memanggil Duta Besar Filipina untuk Cina untuk menyampaikan protes pascapernyataan Presiden Ferdinand Marcos Jr, di akun X miliknya yang memberikan ucapan selamat kepada William Lai Ching-te dalam pemilu Taiwan.

"Pagi ini, Asisten Menteri Luar Negeri Nong Rong memanggil Duta Besar Filipina untuk Cina Jaime Florcruz untuk mengajukan protes resmi dan mendesak Filipina untuk memberikan tanggapan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Cina," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Cina pada Selasa (16/1/2024).

Baca Juga

Pada Senin (15/1/2024), dalam akun @bongbongmarcos, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menuliskan "Atas nama rakyat Filipina, saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih Lai Ching-te karena terpilih sebagai Presiden Taiwan berikutnya. Kami menantikan kolaborasi yang erat, memperkuat kepentingan bersama, memupuk perdamaian dan memastikan kesejahteraan bagi masyarakat pada tahun-tahun mendatang."

"Pernyataan Presiden Filipina sangat melanggar prinsip 'Satu Cina' dan komunike mengenai pembentukan hubungan diplomatik Cina dan Filipina. Pernyataan itu sangat bertentangan dengan komitmen politik Filipina terhadap Cina dan secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri Cina," jelas Mao Ning.

Cina, kata Mao Ning, sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang pernyataan tersebut dan segera mengajukan keberatan tegas kepada Filipina. "Kami ingin menegaskan kepada Filipina bahwa mereka harus menahan diri untuk tidak bermain-main dengan masalah Taiwan, dengan sungguh-sungguh mematuhi prinsip 'Satu Cina' dan komunike bersama untuk membangun hubungan diplomatik antara Cina dan Filipina, segera menghentikan pernyataan yang keliru," tambah Mao Ning.

Mao Ning juga mengingatkan agar Filipina berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada kelompok separatis "kemerdekaan Taiwan". "Kami menyarankan Presiden Marcos agar lebih banyak membaca agar mendapatkan pemahaman lebih baik soal seluk beluk masalah Taiwan sehingga mendapatkan kesimpulan yang tepat," ungkap Mao Ning.

Pasca pemilu Taiwan pada Sabtu (13/1/2024) yang dimenangi William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP), Pemerintah Cina terus mengulang prinsip "Satu Cina" sebagai pedoman relasi Cina dan Taiwan. William Lai sendiri digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan, namun Beijing menyebut dia "berbahaya" dan menjadi salah satu "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik lintas Selat.

William Lai Ching-te memperoleh lebih dari 5,58 juta suara dari sekitar 14 juta surat suara, Hou Yu-ih, mengantongi 4,66 juta suara dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) memperoleh 3,68 juta suara. Saat ini Lai masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut.

Di bawah kepemimpinan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) sejak 2016, Taiwan mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu Cina" yang mengatakan bahwa Taiwan merupakan wilayah di bawah kekuasaan Beijing.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement