REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ketiga pasangan calon diundang dalam acara PAKU Integritas calon pemimpin dalam pemberantasan korupsi.
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memaparkan empat hal yang perlu menjadi perhatian khusus presiden periode 2024-2029. Pertama adalah penguatan instrumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Namun UU (Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas, selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban," ujar Nawawi dalam sambutannya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024) malam.
"Akibatnya saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara," sambungnya.
Poin kedua yang harus diperhatikan adalah koordinasi dan supervisi. Jelasnya, Koordinasi dan supervisi menjadi dua dari tugas utama yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Namun, kewenangan KPK yang diamanatkan UU KPK belum berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun telah memiliki kebijakan, aturan, dan regulasi sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas tersebut.
"(Ketiga) Penguatan kelembagaan KPK. Lima orang pimpinan KPK dan Dewan Pengawas akan dipilih melalui mekanisme yang sudah ditetapkan dalam UU KPK. Presiden memiliki peran yang penting dalam proses pemilihan dalam kandidat calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK ke depannya," ujar Nawawi.
Keempat adalah perbaikan komunikasi dalam kerangka penegakan hukum. Sebagaimana yang tadi ia sebutkan, dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi membutuhkan juga peran presiden dan wakil presiden.
"Komunikasi yang lebih efektif antara KPK dengan Kejaksaan RI, Polri, termasuk dengan TNI harusnya dapat difasilitasi oleh presiden dan wakil presiden," ujar Nawawi.