Ditulis oleh Rizky Jaramaya
JAKARTA -- Serangan Houthi di Laut Merah memicu ketegangan dengan negara-negara Barat. Hal ini merupakan dampak lanjutan dari konflik yang telah berlangsung hampir satu dekade antara pasukan pemerintah pimpinan Arab Saudi di Yaman dan kelompok yang didukung Iran.
Perusahaan-perusahaan pelayaran terkemuka telah memutuskan untuk menunda pelayaran mereka di Laut Merah, karena Houthi meningkatkan serangan terhadap kapal-kapal komersial sebagai respons atas serangan mematikan Israel di Gaza. Pada 6 Desember 2023, Pentagon melaporkan adanya diskusi mengenai pembentukan satuan tugas maritim internasional untuk melawan serangan Houthi terhadap kapal komersial di Laut Merah. Kemudian pada 18 Desember, sebuah misi multinasional bernama Operation Prosperity Guardian diumumkan.
Serangan Houthi membahayakan jalur Terusan Suez. Terusan ini menghubungkan Mediterania ke Laut Merah dan menyediakan rute terpendek antara Eropa dan Asia, tempat sekitar 12 persen perdagangan global dilakukan.
Yaman terbagi menjadi tiga zona pengaruh setelah satu dekade perang saudara. Ketegangan yang sedang berlangsung di Laut Merah tidak secara substansial mengubah pengaruh pihak-pihak yang berkonflik di Yaman.
Yaman masih terbagi menjadi tiga zona pengaruh yaitu pemerintah sah yang didukung oleh Arab Saudi, Houthi yang didukung oleh Iran, dan Dewan Transisi Selatan (STC) yang didukung oleh Uni Emirat Arab (UEA). Yaman telah terlibat dalam konflik sejak intervensi militer oleh koalisi Arab pimpinan Saudi pada Maret 2015 setelah perebutan ibu kota Sanaa oleh Houthi.
Meskipun mendapat dukungan dari pasukan koalisi pimpinan Saudi, pemerintah Yaman telah gagal membangun kendali atas seluruh negara dalam sembilan tahun yang telah berlalu. Yaman menjadi arena konflik antar faksi selama bertahun-tahun. Negara ini telah terfragmentasi dan hancur akibat perang saudara yang sedang berlangsung.
Dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (17/1/2024), pihak-pihak yang bertikai di Yama menyetujui gencatan senjata selama enam bulan yang ditengahi oleh PBB antara tanggal 2 April dan 2 Oktober 2022. Namun permusuhan kembali terjadi antara pemerintah Yaman dan Houthi setelah gencatan senjata berakhir.
Salah satu zona konflik panas di Yaman adalah kota pelabuhan strategis Al Hudaydah dan Marib yang kaya minyak dan gas. Upaya pasukan koalisi untuk merebut kembali Al Hudaydah, yang telah berada di bawah kendali Houthi selama lebih dari sembilan tahun, belum membuahkan hasil.
Meskipun pasukan pemerintah mempertahankan kendali atas distrik dan wilayah tertentu yang terhubung dengan Al Hudaydah, pusat kota dan pelabuhan strategis masih dikuasai oleh Houthi. Terlepas dari serangan yang dilakukan Houthi di daerah pedesaan Marib yang menghasilkan beberapa keuntungan, mereka belum membuat kemajuan signifikan di titik-titik strategis dan vital.
Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, memegang kendali atas Hadhramaut timur, yang meliputi lebih dari sepertiga daratan negara tersebut. Al Mukalla, yang merupakan kota terbesar kedua juga berada di bawah kendali pemerintah Yaman.
Beberapa kota di negara ini terbagi dalam beberapa pengaruh. Pemerintah menguasai sebagian provinsi tertentu, sedangkan sisanya berada di bawah kendali Houthi.
Pasukan pemerintah telah menguasai sebagian besar Provinsi Marib yang kaya akan minyak dan gas. Pusat Provinsi Marib, yang menjadi salah satu kota terpadat di negara itu dalam beberapa tahun terakhir, juga berada di bawah kendali pemerintah.
Menurut laporan pemerintah, Marib menampung lebih dari dua juta pengungsi, atau sekitar setengah dari total populasi pengungsi di negara dengan jumlah sekitar 4,5 juta jiwa. Houthi berupaya merebut Marib, terutama pada Februari 2021. Namun Marib merupakan benteng pemerintah dan markas utama Kementerian Pertahanan, dan serangan Houthi telah menunjukkan penurunan dalam dua tahun terakhir.
Pemerintah juga menguasai sebagian besar Kota Taiz, yang merupakan rumah bagi 60 persen penduduknya. Namun, kelompok Houthi memiliki keunggulan dalam menguasai bagian timur Taiz, tempat pabrik-pabrik swasta berlokasi, dan menguasai 70 persen dari total pendapatan kota.
Houthi menguasai beberapa kota di bagian utara negara itu, termasuk Ibu Kota Sanaa. Sanaa menampung lembaga-lembaga besar negara, sektor telekomunikasi, dan sejumlah perusahaan serta pabrik yang menghasilkan pendapatan besar bagi Houthi. Sanaa adalah kota paling penting di negara tersebut.
Di luar Sanaa, Houthi juga mengendalikan kota Dhamar, Al Bayda', Ibb, Raymah, dan Amran. Wilayah pesisir Al Hudaydah di barat negara itu berada di bawah kendali Houthi. Kota pelabuhan strategis ini, yang merupakan rumah bagi salah satu pelabuhan paling penting di Yaman, menampung 70% bantuan dan pendapatan eksternal negara tersebut.
Houthi juga menguasai Al Jawf, yang berbatasan darat dengan Arab Saudi. Namun, pasukan pemerintah tetap mempertahankan kehadirannya di wilayah kecil di Al Jawf.
Sementara Dewan Transisi Selatan (STC) yang didukung UEA mengendalikan seluruh Kota Aden, yang dinyatakan sebagai ibu kota sementara oleh pemerintah yang sah setelah Sanaa. Setelah mengamankan seluruh provinsi pada tahun 2019, Aden menjadi kota terpenting kedua di negara Yaman setelah Sanaa, yang terkenal dengan aktivitas ekonomi dan perdagangannya sebelum perang.
Kota Socotra, yang menghadap Samudera Hindia, dan Shabwah, dengan sumber daya minyak yang signifikan, juga berada di bawah kendali STC. Kendali Kota Abyan dibagi antara STC dan pasukan pemerintah. STC memegang kekuasaan politik dan militer di Lahij dan Ad Dali, di selatan negara itu.
Selama hampir satu dekade, Yaman telah menyaksikan konflik parah antara kelompok Houthi yang didukung pemerintah dan pasukan yang didukung oleh koalisi pimpinan Arab Saudi. Yaman mengalami peningkatan kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi yang meluas.
Konflik berkepanjangan di Yaman telah memakan korban jiwa sekitar 377.000 orang selama bertahun-tahun. Yaman merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Negara ini sedang mengalami krisis kemanusiaan yang semakin parah akibat perang saudara yang sedang berlangsung.