Sabtu 20 Jan 2024 12:09 WIB

Uni Eropa Kritik Solusi Dua Negara oleh Israel 

Jika tak melakukan intervensi, spiral kebencian dan kekerasan akan terus berlanjut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan (kanan) menerima Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell di al-Ula, Arab Saudi, (8/1/2024).
Foto: EPA-EFE/SAUDI FOREIGN MINISTRY
Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan (kanan) menerima Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell di al-Ula, Arab Saudi, (8/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengkritik sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang tetap menolak penerapan solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik dengan Palestina. Menurut Borrell, penolakan tersebut yang akhirnya membentuk kelompok Hamas.

“Kami percaya, solusi dua negara harus diterapkan dari luar untuk membawa perdamaian. Meskipun, saya tegaskan, Israel menegaskan kembali penolakannya terhadap solusi ini, dan untuk mencegahnya, mereka telah bertindak lebih jauh dengan membentuk Hamas sendiri,” kata Borrell, Jumat (19/1/2024), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

“Tapi jika kita tidak melakukan intervensi yang kuat, spiral kebencian dan kekerasan akan terus berlanjut dari generasi ke generasi, dari pemakaman ke pemakaman, seiring dengan berkembangnya benih kebencian yang ditaburkan di Gaza saat ini,” tambah Borrell.

Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS), terlibat perselisihan tentang skenario pasca berakhirnya perang di Jalur Gaza. Washington berpendapat, tidak ada cara untuk menyelesaikan masalah Israel tanpa pembentukan negara Palestina. Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih menentang gagasan tersebut.

Gagasan tentang pembentukan negara Palestina sebagai cara untuk menyelesaikan masalah keamanan Israel kembali disampaikan Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matt Miller, dalam pengarahan pers pada Kamis (18/1/2024). Dia mengatakan, Israel memiliki peluang karena negara-negara di kawasan siap memberikan jaminan kepada Israel.

“Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Miller.

Sementara itu dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional, Benjamin Netanyahu berjanji akan melanjutkan perang di Gaza hingga Hamas dikalahkan. Netanyahu pun menolak gagasan negara Palestina.

Dia mengklaim telah menyampaikan penolakannya kepada para pejabat AS. “Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Yordania. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan (untuk Palestina-red). Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu.

“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” tambah Netanyahu. Saat ini perang Israel-Hamas masih berlangsung di Gaza. Lebih dari 24.760 warga Gaza sudah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar dari korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka sudah melampaui 62 ribu orang.

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement