REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Pemerintah terus memberikan berbagai perhatian atas potensi bonus demografi Indonesia di tahun 2045 mendatang. Salah satu yang dilakukan, yakni menyiapkan generasi emas sejak dini melalui peran keluarga, baik menyasar orangtua, kalangan anak, maupun remaja.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, mengatakan, ada banyak sekali persiapan yang harus dilakukan untuk memulai keluarga tangguh. Menurutnya hal tersebut harus dimulai sejak remaja. Ia menambahkan, para remaja bisa dilibatkan berperan aktif dalam aktivitas Posyandu Remaja.
"Ini yang menjadi landasan pentingnya Posyandu Remaja," ucap Hasto, dalam seminar rangkaian Tanwir 1 Nasyiatul Aisyiyah di Kota Pontianak, mengutip keterangan tertulis, Sabtu (20/1/2024).
Hasto mengatakan, para remaja sangat penting untuk mendapatkan pelatihan agar mendapatkan bekal informasi dan pengetahuan. Terlebih, keberadaan Posyandu Remaja ini, kata Hasto, juga diharapkan dapat menjadi solusi untuk memberikan pelatihan dan pengetahuan kepada remaja untuk mempersiapkan keluarganya kelak.
"Keberadaan posyandu remaja untuk mempersiapkan remaja membangun keluarganya diharapkan dapat menjadi pengingat hal tersebut, sehingga kita perlu dengan giat mempersiapkan remaja mewujudkan keluarga yang tangguh," katanya.
Di hadapan kader Nasyiatul Aisyiyah, Hasto juga menyampaikan pentingnya edukasi terhadap stunting diberikan kepada para remaja. Tentunya, kata Hasto, hal tersebut untuk menekankan angka stunting di Indonesia.
"Dampak stunting, bahaya dan kerugian-kerugiannya perlu disampaikan kepada keluarga. Lewat posyandu remaja sehingga remaja memiliki pengetahuan dan keahlian agar siap nantinya terutama saat akan memulai memperbaiki kualitas penerus bangsa dimulai dari rumah," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pribudiarta Nur Sitepu selaku Deputi Bidang Pemenuhan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan kualitas anak Indonesia harus diperbaiki guna menyongsong bonus demografi Indonesia emas. Ia mengungkapkan, saat ini tantangan dan persoalan terkait anak mencapai 70 persen, dan menyasar kalangan anak berusia 1 hingga 13 tahun.
Pribudiarta menambahkan banyak kalangan anak kini terjebak dalam jeratan persoalan narkoba, kriminalitas hingga terorisme. Hal tersebut merupakan tanggungjawab semua elemen.
"Ini tantangan kita karena ternyata anak ada yang berhadapan dengan buku, anak yang berada pada kelompok minoritas terisolasi yang jadi korban jaringan teroris," ucapnya.
"Sekarang jaringan teroris itu bukan cuma laki-laki, ada juga perempuan bahkan anak-anak," tambahnya.
Dalam beberapa kasus, Pribudiarta juga menjumpai anak terlibat dalam persoalan pornografi. Awalnya mereka menjadi korban, namun seiring waktu kecanduan menjadi pelaku.
"Beberapa kasus yang kami lihat anak juga menjadi korban pornografi. Hal ini menjadi masalah yang akan datang, karena di bagian otaknya itu dia udah rusak sebenarnya ya untuk karakter anak pengaruh program-program itu sama seperti narkoba membuat kecanduan terutama pada anak-anak," terangnya.
"Kalau pada orang dewasa, dia mungkin bisa balik lagi. Tapi pada anak-anak enggak bisa kalau sudah ketagihan," kata Pribudiarta menambahkan.
Lebih lanjut, Pribudiarta berharap Nasyiatul Aisyiyah yang memiliki jaringan di seluruh Indonesia dapat bersinergi membantu pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup anak-anak Indonesia.