Senin 22 Jan 2024 13:22 WIB

Suami Pelit Kasih Uang, Bolehkah Istri Ambil Diam-Diam?

Kewajiban seorang suami adalah memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Pelit dan mabuk harta (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pelit dan mabuk harta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seorang istri mungkin pernah ada dalam kondisi yang memprihatinkan di mana dihadapkan pada suami yang pelit dalam memberi uang sehari-hari padahal tidak ada masalah dengan kondisi keuangannya. Istri pun bingung harus berbuat apa untuk bisa memberi kebutuhan sehari-hari, untuk dirinya dan juga anak-anaknya.

Dalam keadaan tersebut, bolehkah istri mengambil uang suami diam-diam?

Baca Juga

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, dikatakan:

دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ أَبِي سُفْيَانَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ لَا يُعْطِينِي مِنْ النَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمِهِ فَهَلْ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ

Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan masuk menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan adalah orang yang pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang cukup untukku dan anak-anakku kecuali aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah yang demikian itu aku berdosa? Lalu beliau bersabda, "Ambillah hartanya dengan cara yang baik, yaitu sekadar memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu." (Muttafaq Alaihi)

Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, "...Hak mereka (istri) atas kalian (suami) adalah agar kalian memberi rezeki dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik." (HR Muslim)

Kewajiban seorang suami adalah memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, sebagaimana Allah SWT berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)." (QS An-Nisa ayat 34)

Atas ayat itu, para ulama tafsir menyampaikan bahwa suami memiliki tanggung jawab menafkahi istrinya. Para ulama juga sepakat, nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri dan anak-anaknya adalah kewajiban individu.

Allah SWT berfirman, "...Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya..." (QS Al-Baqarah Ayat 233)

Allah SWT juga berfirman, "Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya..." (QS At-Thalaq ayat 7)

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement