Senin 22 Jan 2024 16:09 WIB

Pemerhati Lingkungan Nilai Terlalu Banyak Gimmick Politik dalam Debat Cawapres

Menurut Dandy, belum pernah ada nobar dengan antusiasme seperti ini.

Red: Fernan Rahadi
Capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bersalaman dengan Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto  dan Gibran Rakabuming Raka sebelum Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Foto: Republika/Prayogi
Capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bersalaman dengan Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebelum Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para calon wakil presiden dalam debat keempat yang digelar Ahad (21/1/2024) malam dinilai belum menunjukkan keseriusan mereka dan kebijakan di dalam isu krisis iklim karena masih terjebak dalam gimmick-gimmick politik. Ajang debat yang dilakukan masih terlihat seru sebagai tontonan namun minim substansi, padahal pemilih muda sangat antusias menunggu sesi debat ini. 

Hal tersebut menjadi pembahasan dalam nonton bareng debat cawapres kerjasama GenZ Memilih, PilahPilih.id ,dan Bijak Memilih yang dihadiri secara langsung dan daring oleh ratusan pemilih muda dan pemerhati lingkungan. 

Rika Novayanti dari PilahPilih.id mengatakan percakapan yang ada dalam debat lebih tampak antara penguatan kebijakan dan pemberian insentif kepada investor. Namun, para calon wakil presiden yang ada menurutnya juga belum bisa memunculkan hubungan antara perubahan iklim dengan hal-hal lain. Padahal krisis iklim akan berdampak pada segala lini kehidupan. 

"Yang paling penting itu mereka lupa soal efisiensi, padahal nggak bisa transisi energi tanpa efisiensi. Mindset baterai dilihat sebagai renewable dan sustainable energy padahal itu cuma tempat penyimpanan. Listriknya dari mana? Manajemen industrinya bagaimana? Pelibatan masyarakat lokal terhadap proyek tersebut bagaimana? Karena hal yang paling mahal dari transisi adalah konflik,” jelasnya.