REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah telah memberikan bantalan ekonomi kepada lebih dari 89 juta masyarakat berpendapatan rendah. Program ini direalisasikan melalui bantuan pangan beras sebanyak 10 kg yang disalurkan setiap bulan.
Beras yang berkualitas baik dari Bulog sejumlah 10 kg tiap bulannya diberikan ke masing-masing keluarga, sehingga totalnya bisa sampai 89 juta orang lebih dalam sebulan. "Ini merupakan masyarakat kita yang terbawah, saudara-saudara kita yang memerlukan sokongan untuk ekonominya. Jadi (bantalan ekonomi) itu telah diamankan oleh pemerintah," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat mendampingi Presiden Jokowi membagikan bantuan pangan beras seperti dikutip di Jakarta, Senin (22/1/2024).
Arief menuturkan bantuan pangan yang seharusnya berakhir pada Maret ini kemungkinan besar akan dilanjutkan hingga Juni dengan total penerima sebanyak 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Jumlah tersebut bertambah sekitar 8 persen dibandingkan data tahun lalu karena tahun ini menggunakan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang diampu oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Secara terperinci, total KPM sebanyak 22.004.077 yang terdiri dari kelompok desil 1 dengan jumlah 6.878.649 keluarga, desil 2 terdapat 7.474.796 keluarga, dan desil 3 sebanyak 7.650.632 keluarga.
Menyadur dari laman resmi Layanan Data P3KE, apabila dilihat berdasarkan jumlah individu, maka total individu dari kelompok desil 1 sampai 3 tercatat mencapai 89.297.037 individu. Detailnya ialah desil 1 sebanyak 31.195.947 individu, desil 2 ada 29.719.175 individu, dan desil 3 sejumlah 28.381.915 individu.
Data P3KE sendiri merupakan suatu sistem yang memuat data by name, by address, dan by Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berisi sekitar 80 persen penduduk, serta diurutkan berdasarkan peringkat kesejahteraannya.
"Nasional itu saat ini stoknya 1,4 juta ton. Kemudian bantuan pangan ini kalau sebulan rata-rata (membutuhkan) 240-250 ribu ton se-Indonesia. Kemudian Bapak Presiden tentunya setiap minggu kita punya weekly meeting untuk memastikan stok itu tercukupi dan hampir semua gudang Bulog se-Indonesia itu kalau Pak Presiden visit mulai dari Jayapura, Biak, Kupang, Nagekeo, Manggarai Barat, Palembang, Padang, Lampung, semua kalau kita cek, semuanya punya stok," jelas Arief.
Arief menyampaikan, idealnya pemenuhan stok pangan strategis bersumber dari produksi dalam negeri. Namun, jika terdapat proyeksi penurunan produksi, langkah antisipasi risiko harus diterapkan.
Badang Pusat Statistik, lanjutnya, sudah menyampaikan bahwa proyeksi produksi di bulan Januari dan Februari mengalami penurunan. Sehingga, importasi dilakukan untuk menjaga stabilisasi stok beras pemerintah dan hanya akan dikuasi oleh Bulog.
"Dalam kondisi shortage seperti sekarang, kalau Bulog masuk melakukan penyerapan produksi beras dalam negeri, justru malah akan mendorong peningkatan harga. Ujung-ujungnya nanti di tingkat pembeli, daya belinya menurun dan akan memicu inflasi. Bulog masuk (menyerap) saat harga di tingkat petani sudah mulai menurun, misalnya saat sedang panen raya nanti," katanya.