REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Christian Snouck Hurgronje. Ia dikenal sebagai orientalis dan ahli politik imperialis. Tugasnya mendukung penjajahan Belanda di Indonesia dengan kedok pendidikan dan agama.
Di antara siasat Hurgronje adalah melecehkan syariat Islam. Ia menyatakan dalam Nederland en de Islam (hlm 61) bahwa syariat Islam hanya cocok untuk peradaban Abad Pertengahan, bukan untuk abad modern.
Oleh karena itu, poligami, mempermudah ikatan pernikahan, dan sikap tunduk wanita pada hegemoni laki-laki misalnya menghalangi tercapainya kemajuan keluarga yang normal.
Menurut ulama dan sejarawan Indonesia, Abdullah bin Nuh, pemikiran seperti itu sengaja disebarkan untuk menjauhkan pribumi Indonesia yang mengenyam pendidikan Barat dari agama Islam dan syariatnya, sesuai politik imperialis dan tujuan misi Kristen di Indonesia. (Darsun min Hayâh Mustasyriq, hlm 29).
Oleh karena itu, dari sekolah-sekolah Barat yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada masa politik etis muncullah golongan nasionalis sekuler. Mereka sering melecehkan Islam meskipun mengaku sebagai muslim. Asosiasi hingga Kristenisasi Politik asosiasi yang direkomendasikan Snouck Hurgronje dalam kenyataan bertemu dengan politik Kristenisasi.
Para misionaris Kristen berpendapat bahwa apabila asosiasi dapat dipenuhi, mereka dapat berusaha agar bisa lebih diterima oleh penduduk. Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda.
Sebab setelah masuk Kristen, mereka akan menjadi warga negara yang loyal lahir batin kepada pemerintahan Belanda. (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 26-27)
Snouck menggalakkan pembukaan sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara berangsur beralih ke agama Kristen. Cara demikian ditempuh karena ratusan ribu penduduk merindukan pendidikan, tetapi mereka tidak menyukai pendidikan Kristen untuk anakanak mereka.
Aktivitas mereka pun didasarkan pada politik asosiasi karena dia berpendapat bahwa penyebaran sekolah-se ko lah berpola Eropa merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan impian, sekali pun hal itu dilakukan melalui sekolah-sekolah misi.(Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, Jilid X, hlm. 165-166).
Kepada para zendeling dan misionaris, Snouck mengingatkan bahwa Kristenisasi pribumi tetap harus dalam kerangka politik asosiasi.
Baca juga: Golongan yang Gemar Membaca Alquran, Tetapi Justru tidak Mendapat Syafaatnya
Snouck mengatakan, “Mereka yang percaya pada Kristenisasi umat Islam pribumi (telah saya katakan menga pa saya tidak ikut berharap) paling tidak harus melihat dalam penyatuan bangsa dan politik para kawula Belanda sebagai langkah pertama menuju ke sana. Oleh karena itu, mereka harus bekerja keras untuk menunjangnya.”
Memang seperti halnya orang Belanda manapun, dari sekte dan kelas manapun, misionaris lebih diterima oleh rekan setanah air kita di Timur, yang berperadaban kita, daripada oleh kawula pribumi yang berasal dari rezim yang lama, yang mudah-mudahan segera lenyap. (Nederland en de Islam, hlm 94)
Snouck memang telah meninggal pada 1936. Namun, semangat dan pemikirannya meninggalkan pengaruh besar di Indonesia.