REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi B DPRD DKI Muhammad Taufik Zoelkifli meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk mengkaji kembali pajak hiburan bagi golongan menengah atas dengan penghasilan tinggi.
"Ditinjau ulang, artinya dicari pos-pos yang bisa dikenakan pajak. Jadi, pendapatan atau perusahaan yang memang konsumen menengah ke atas," kata Taufik kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/1/2024).
Taufik menjelaskan tempat hiburan dengan konsumen menengah ke atas tentunya mampu membayar pajak daripada kaum menengah ke bawah. Tentunya nanti pajak ini diharapkan bisa menambah pendapatan asli daerah (PAD) yang baik untuk perkembangan Ibu Kota.
"Ketika memang pajak dinaikkan terus mereka bangkrut, ternyata juga mengenai pegawai diskotek, karaoke itu ada menengah ke bawah," jelasnya.
Maka dari itu, dia menegaskan peraturan itu harus ditinjau kembali dengan menyesuaikan kemampuan perusahaan yang akan dikenakan dan diharapkan hanya berdampak untuk orang menengah ke atas.
Kini pajak hiburan tersebut juga menjadi pembahasan dalam Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) antara DPRD DKI dan pemerintah provinsi DKI.
"Itu sedang dibahas ya karena itu masuk ke Bapemperda juga, kalau pembahasan itu diskusi antara DPRD dengan pemerintah," katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mengundangkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) menetapkan kenaikan tarif pajak hiburan menjadi 40 persen.
Perda itu dibuat lantaran mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan kesiapan bersama jajaran membahas kembali kenaikan pajak hiburan yang ditetapkan sebesar 40 hingga 75 persen dengan DPRD DKI Jakarta.
"Nanti kita bahas lagi soal pajak hiburan yang naik 40 persen," kata Heru di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu.