REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sebuah asteroid kecil meluncur melintasi langit dan menabrak atmosfer bumi di dekat Berlin, Jerman, pada 21 Januari dini hari lalu. Insiden itu menghasilkan bola api yang terang, tetapi tidak berbahaya.
Fenomena seperti ini biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun, namun kali ini unik karena pertama kali terdeteksi oleh para ilmuwan, sekitar tiga jam sebelum insiden. Hal ini merupakan kedelapan kalinya para peneliti melihat salah satu batuan luar angkasa sebelum bertabrakan.
Asteroid yang diberi nama 2024 BXI ini pertama kali ditemukan oleh Krisztián Sárneczky, seorang astronom di Stasiun Gunung Piszkéstető, bagian dari Observatorium Konkoly di Hongaria, yang mengaku sebagai pemburu asteroid. Dia mengidentifikasi batuan kosmik tersebut menggunakan teleskop Schmidt 60 cm di observatorium.
Tidak lama setelah penemuan batu luar angkasa tersebut, NASA memberikan prediksi detail mengenai tempat dan waktu meteor tersebut akan menghantam. NASA juga menyebut bola api yang akan dihasilkan tidak berbahaya.
"Perhatian: Asteroid kecil akan hancur menjadi bola api yang tidak berbahaya di sebelah barat Berlin dekat Nennhausen pada pukul 01.32 CET. Pengawas akan melihatnya jika sudah jelas!" demikian cicitan NASA pada 20 Januari malam, seperti dilansir dari laman Space, Selasa (23/1/2024).
Kamera live di kota Leipzig di Jerman utara menangkap rekaman meteor yang sangat terang tersebut saat muncul dan menghilang dalam rentang beberapa detik. Asteroid tersebut, yang diperkirakan berukuran lebar 3,3 kaki (1 meter) sebelum insiden, kemungkinan mulai hancur sekitar 30 mil (50 kilometer) sebelah barat Berlin.
"Dan mungkin menjatuhkan beberapa meteorit ke tanah di sepanjang perjalanannya," kata Denis Vida, seorang postdoctoral associate dalam fisika meteor di Western University di Kanada, kepada CBS News.
Sárneczky telah menemukan ratusan asteroid dalam beberapa tahun terakhir, dan merupakan orang pertama yang mendeteksi asteroid 2022 EB5 sekitar dua jam sebelum menabrak atmosfer bumi. Dia juga menggunakan data Observatorium Konkoly untuk menemukan batu yang masuk.
Kejadiannya sangat tidak biasa. Menurut Badan Antariksa Eropa, 99 persen asteroid dekat Bumi yang berukuran kurang dari 98 kaki (30 meter) belum ditemukan. Semakin kecil ukuran sebuah asteroid, kian dekat pula jaraknya dengan Bumi sebelum para ilmuwan dapat mendeteksinya, sehingga menyulitkan perkiraan dampaknya terlebih dahulu, menurut para ahli.
Dalam beberapa kasus, asteroid dekat Bumi dapat bersembunyi di bawah sinar matahari, seperti meteor yang melesat dari arah terbitnya matahari di atas kota Chelyabinsk, Rusia, pada tahun 2013. Batu luar angkasa yang mengejutkan itu memecahkan jendela, mengenai pejalan kaki dan menyebabkan luka bakar akibat sinar ultraviolet seketika, serta melukai lebih dari 1.600 orang.
Badan antariksa pemerintah saat ini sedang mengembangkan teknologi baru untuk skrining langit guna mencari asteroid sebelum mereka melakukan kontak dengan Bumi. Ini termasuk satelit NEO Surveyor milik NASA, yang saat ini direncanakan diluncurkan pada tahun 2027, dan NEOMIR milik ESA, yang diperkirakan baru akan diluncurkan setelah tahun 2030.
Pada 2025, Observatorium Vera C Rubin di Chili, yang didanai oleh National Science Foundation, akan membuat katalog tata surya dari bumi. Ini diharapkan sangat membantu upaya perburuan asteroid.
“Kami membutuhkan waktu 200 tahun untuk menemukan semua asteroid yang kami ketahui hingga saat ini, sekitar 1,2 juta asteroid,” kata Mario Jurić, ketua tim penemuan tata surya di University of Washington's DiRAC Institute kepada Astronomy.