Rabu 24 Jan 2024 14:09 WIB

Komisi Fatwa MUI Sampaikan Panduan dan Etika Debat dalam Islam

Dalam Islam ada sejumlah etika yang perlu dipahami ketika berdebat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Debat
Foto: MGIT4
Ilustrasi Debat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam kontestasi Pemilu 2024, Calon Presiden dan Wakil Presiden diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi-misi dan gagasannya kepada masyarakat. Masing-masing kandidat juga saling berdebat mempertahankan gagasannya masing-masing. 

Nah, dalam Islam ada sejumlah etika yang perlu dipahami ketika berdebat. Hal ini sebagaimana disampaikan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Abdul Muiz Ali. Menurut dia, ada sejumlah panduan dan etika berdebat yang perlu dipahami umat Islam. 

Baca Juga

"Debat yang baik sejatinya bertujuan untuk bertukar pikiran dengan saling memberikan alasan atau argumentasi. Oleh karenanya, orang yang saling berdebat masing-masing hendaknya menjaga atau memperhatikan adab atau etika debat," kata Kiai Muiz dalam artikelnya yang sudah dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (24/1/2024).

Dalam bahasa Arab debat disebut dengan jadal atau jidal. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan, debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi argumen untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Debat dilakukan bertujuan untuk menyampaikan dan mempertahankan argumen. Argumen yang berkualitas dapat disampaikan berdasarkan fakta, bukti, dan pola pikir yang logis.

Kiai Muiz menjelaskan, dalam Alquran juga terdapat ayat Alquran yang berkaitan dengan debat. Sebagaimana disebut dalam Surat an-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman: 

اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk [QS an-Nahl [16]: 125].

Kiai Muiz menuturkan, makna kalimat وَجَادِلْهُم dalam ayat tersebut, sebagaimana disebut dalam Tafsir Ibnu Katsir adalah seseorang yang mengajukan alasan dalam berdebat dan membantah hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut dalam berbicara.

Dalam ayat lain, Allah SWT juga berfirman tentang pentingnya memilih diksi atau redaksi yang baik saat berdiskusi dengan orang lain.

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Artinya: "Berbicaralah kamu (Musa) berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut [QS Thaha (20): 44].

 #Perdebatan Para Nabi

Kiai Muiz mengatakan, dalam Islam debat sudah ada dan biasa dilakukan oleh para Nabi terdahulu. Hal itu dilakukan untuk menyampaikan kebenaran ajaran yang didakwahkan kepada kaumnya, dan tentu disampaikan dengan etika atau tata krama yang baik. 

Perdebatan para Nabi dengan kaumnya, antara lain dapat dilihat pada kisah Nabi Nuh As saat berdebat dengan kaumnya untuk mengajak meng-Esa-kan Allah, seperti yang dijelaskan dalam Alquran Surat Hud ayat 25-33. 

Terdapat juga kisah perdebatan antara Nabi Ibrahim As dengan ayah dan kaumnya terkait larangan menyekutukan Allah, sebagaimana disebut dalam Alquran Surat Al-An'am ayat 74-83. Atau juga kisah perdebatan Nabi Ibrahim As dengan Namrud saat Namrud mengaku dirinya sebagai tuhan seperti yang dikisahkan dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 258. 

Selain itu, dalam Alquran Surat Hud ayat 84-93 juga memuat kisah perdebatan antara Nabi Syuaib As dengan kaumnya tentang seruan menyembah Allah, menjauhi kekufuran, mengurangi ukuran timbangan dan larangan memakan harta milik orang lain dengan cara yang batil.

Berikut panduan dan etika berdebat dalam Islam yang disampaikan Kiai Muiz, yang merupakan alumni Pondok Pesantren Sidogiri:

1. Berdebat dengan niat yang baik. Menurut Kiai Muiz, niat yang baik saat berdebat dilakukan untuk mencari dan menjunjung nilai-nilai kebenaran, mengungkap fakta disertai argumentasi atau bukti yang akurat, kredibel dan dapat dipertanggung jawabkan.

2. Orang yang berdebat hendaknya memiliki pengetahuan dan kemampuan atas disiplin ilmu yang menjadi tema debat dengan merujuk pada sumber-sumber yang otoritatif.

3. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka solusinya kembalikanlah persoalan itu kepada sumber pokoknya dalam Islam, yaitu Alquran dan Hadis.

4. Pada saat berdebat hendaknya menggunakan diksi yang baik serta cara atau etika dan tata krama yang mulia; bahasa yang lembut, tidak meremehkan lawan debat, apalagi menghina lawan debatnya.

5. Mendahulukan pembahasan yang lebih penting yang bersifat substansial. 

6. Menghindari narasi atau redaksi yang panjang, memilih bahasa yang familiar yang  mudah dipahami oleh lawan debatnya, dan tidak boleh keluar dari tema pokok pembahasan debat.

7. Pentingnya memperhatikan keseluruhan aspek dalam berdialektika, baik yang berkaitan dengan orang yang terlibat, materi yang dikaji, kondisi, dan lokasi perdebatan.

"Jika tujuh poin etika atau tatakrama cara berdebat di atas dapat dilakukan oleh orang yang saling berdebat, maka acara debat dapat dinikmati dengan baik, menjadi ilmu bagi yang mendengar atau melihatnya, menjadi nilai edukatif bagi para pemirsa, dan tentu saja orang yang berdebat akan menuai pujian dari orang lain," jelas Kiai Muiz.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement