Kamis 25 Jan 2024 08:05 WIB

Akan Seperti Apa Keputusan ICJ Terhadap Israel Jumat Pekan Ini?

ICJ hanya akan mempertimbangkan tindakan darurat yang mungkin dilakukan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Presiden Donoghue dan hakim lainnya di Mahkamah Internasional (ICJ) sebelum sidang kasus genosida terhadap Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, di The Hauge, Belanda, (11/1/2024).
Foto: EPA-EFE/REMKO DE WAAL
Presiden Donoghue dan hakim lainnya di Mahkamah Internasional (ICJ) sebelum sidang kasus genosida terhadap Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, di The Hauge, Belanda, (11/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) akan menerbitkan putusan kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza pada Jumat (26/1/2024). Persidangan kasus tersebut telah digelar selama dua hari pada 11-12 Januari 2024 lalu dengan menghadirkan Afrika Selatan (Afsel) sebagai penggugat dan Israel tergugat.

Dalam keterangannya yang dirilis pada Rabu (24/1/2024), ICJ mengungkapkan, panel beranggotakan 17 hakim akan merilis putusan mereka terkait kasus dugaan genosida Israel pada Jumat pekan ini, pukul 12:00 waktu Den Haag, Belanda. Dalam putusannya nanti, ICJ tidak akan membahas pertanyaan utama tentang apakah Israel melakukan genosida atau tidak di Gaza.

Baca Juga

ICJ hanya akan mempertimbangkan tindakan darurat yang mungkin dilakukan dan dimaksudkan sebagai semacam perintah pengekangan guna mencegah perselisihan menjadi lebih buruk. Sementara ICJ juga akan menangani kasus secara keseluruhan, yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun.

Jika ICJ memutuskan mengeluarkan tindakan darurat, maka ia tidak terikat untuk memerintahkan apa yang diminta oleh Afsel selaku penggugat. Keputusan ICJ mengikat secara hukum dan tanpa banding. Namun ICJ tak mempunyai kemampuan untuk menegakkan putusannya.

Sekilas tentang persidangan

Persidangan dugaan genosida Israel di Jaluar Gaza telah digelar selama dua hari di pengadilan ICJ di Den Haag pada 11-12 Januari 2024 lalu. Pada hari pertama persidangan, Afsel selaku penggugat, memaparkan secara lisan bukti-bukti terkait adanya intensi dan tindakan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.

Adila Hassim, seorang pengacara yang mewakili Afsel, mengatakan kepada panel hakim ICJ bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida. Hal itu mencakup “pembunuhan massal” terhadap warga Palestina di Gaza. “Israel mengerahkan 6.000 bom per pekan. Tidak ada yang selamat. Bahkan bayi yang baru lahir pun tidak. Para pemimpin PBB menggambarkannya sebagai kuburan anak-anak,” ujar Hassim.

“Tidak ada yang bisa menghentikan penderitaan ini, kecuali perintah dari pengadilan ini,” tambah Hashim. Pengacara lain yang mewakili Afsel, Tembeka Ngcukaitobi, mengatakan, menangani isu intensi genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza biasanya merupakan hal yang paling sulit dibuktikan.

Namun dia menekankan para pejabat dan militer Israel telah menunjukkan intensi tersebut. “Para pemimpin politik Israel, komandan militer, dan orang-orang yang memegang posisi resmi telah secara sistematis dan eksplisit menyatakan niat mereka untuk melakukan genosida,” ucap Ngcukaitobi.

“Pernyataan ini kemudian diulangi oleh tentara di Gaza saat mereka terlibat dalam penghancuran warga Palestina dan infrastruktur fisik Gaza,” tambah Ngcukaitobi. Ngcukaitobi kemudian menyoroti pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 28 Oktober 2023.

Kala itu Netanyahu mendesak pasukan darat Israel yang bersiap memasuki Gaza untuk “mengingat apa yang telah dilakukan Amalek terhadap Anda”. “Ini mengacu pada perintah Tuhan dalam Alkitab kepada Saul untuk melakukan pembalasan terhadap penghancuran seluruh kelompok orang,” ucapnya.

“Bukti niat genosida tidak hanya mengerikan, tapi juga sangat banyak dan tidak dapat disangkal,” tambah Ngcukaitobi. Pada hari kedua persidangan, Israel membantah argumen-argumen yang diajukan Afsel. “Komponen kunci dari genosida, yaitu niat untuk menghancurkan orang, secara keseluruhan atau sebagian, sama sekali tidak ada,” kata tim hukum pemerintah Israel, kepada panel hukum ICJ, dikutip laman Anadolu Agency.

“Apa yang Israel cari dengan beroperasi di Gaza bukanlah untuk menghancurkan masyarakat, namun untuk melindungi rakyatnya yang diserang dari berbagai front, dan melakukannya sesuai dengan hukum, bahkan ketika mereka menghadapi musuh yang tidak berperasaan,” tambah tim hukum Israel.

Tim hukum Israel kemudian menuduh Afsel selaku penggugat memiliki hubungan dekat dengan kelompok Hamas. “Sudah menjadi catatan publik bahwa Afsel mempunyai hubungan dekat dengan Hamas, meskipun mereka diakui secara formal sebagai organisasi teroris oleh banyak negara di dunia,” kata mereka.

“Hubungan ini terus berlanjut bahkan setelah kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Afsel telah lama menjadi tuan rumah dan merayakan hubungannya dengan tokoh-tokoh Hamas. Termasuk delegasi senior Hamas yang mengunjungi negara itu untuk 'pertemuan solidaritas' hanya beberapa pekan setelah pembantaian tersebut,” tambah tim hukum Israel.

Tim hukum Israel menegaskan, negara tersebut hanya memerangi Hamas, bukan rakyat Palestina. “Jika Hamas meninggalkan strateginya, melepaskan sandera, dan meletakkan senjatanya, permusuhan dan penderitaan akan berakhir," kata tim hukum Israel.

Saat ini pertempuran masih berlangsung di Gaza. Konfrontasi sengit berlangsung di Khan Younis, Jalur Gaza selatan. Sejauh ini lebih dari 25.700 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sementara korban luka melampaui 63.700 orang. 

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement