Kamis 25 Jan 2024 13:15 WIB

Bertemu PM Israel, Menlu Inggris Desak Pemberlakuan Jeda Kemanusiaan di Gaza

Cameron turut meminta Israel membuka lebih banyak titik penyeberangan ke Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris David Cameron
Foto: EPA-EFE/MOHAMED HOSSAM
Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris David Cameron

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris David Cameron melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem, Rabu (24/1/2024). Pada kesempatan itu, Cameron mendesak Netanyahu agar segera menyetujui jeda kemanusiaan di Jalur Gaza.

“Cameron menjelaskan, dia ingin segera melihat jeda kemanusiaan untuk mengeluarkan para sandera (yang ditahan Hamas) dan memberikan bantuan, yang mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan tanpa kembalinya permusuhan,” kata Pemerintah Inggris dalam keterangannya terkait pertemuan Cameron dan Netanyahu, dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

“Untuk mewujudkan hal ini, Hamas harus menyetujui pembebasan semua sandera, mereka tidak bisa lagi bertugas di Gaza dengan menembakkan roket ke Israel, dan harus ada kesepakatan agar Otoritas Palestina dapat kembali ke Gaza untuk memberikan pemerintahan, layanan, dan keamanan,” ungkap Pemerintah Inggris.

Dalam pertemuan dengan Netanyahu, Cameron turut meminta Israel membuka lebih banyak titik penyeberangan ke Gaza. Dia secara khusus menginginkan agar gerbang penyeberangan Nitzana dan Karem Shalom dioperasikan secara lebih luas. Cameron pun meminta Tel Aviv mendukung PBB dalam mendistribusikan bantuan secara efektif ke seluruh Gaza.

Sementara itu, pada Rabu kemarin, Pemerintah Israel menolak seruan gencatan senjata di Jalur Gaza. “Tidak akan ada gencatan senjata. Dulu ada jeda untuk tujuan kemanusiaan. Perjanjian itu dilanggar oleh Hamas,” kata juru bicara pemerintah Israel, Ilana Stein.

Stein pun membantah laporan yang menyebut adanya potensi Israel dan Hamas menyepakati jeda pertempuran kembali. “Mengomentari perjanjian gencatan senjata yang dilaporkan, Israel tidak akan menyerah dalam penghancuran Hamas, kembalinya semua sandera, dan tidak akan ada ancaman keamanan dari Gaza terhadap Israel,” ucapnya.

Sebelumnya seorang sumber Palestina juga membantah kabar tentang tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel. “Belum ada kesepakatan awal atau akhir yang dicapai mengenai pertukaran tahanan atau gencatan senjata di Gaza,” kata sumber tersebut kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, Rabu, (24/1/2024)

Kendati demikian, dia menyebut negosiasi masih berlangsung. “Hamas menuntut kesepakatan yang mengakhiri perang Israel dan memungkinkan penarikan pasukan Israel dari Gaza,” ucapnya.

Menurut sumber Palestina tersebut, Hamas masih mempelajari usulan pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina yang disodorkan Tel Aviv. “Hamas belum memberikan tanggapan akhir. Kedua belah pihak hampir mencapai kesepakatan dalam beberapa hal, namun hal ini tidak berarti kita mencapai kesepakatan,” ungkapnya.

Menurut statistik Israel, Hamas menculik sekitar 239 orang ketika mereka melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Pada 24 November hingga 1 Desember 2023, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Hamas membebaskan 105 sandera.

Mereka terdiri dari 81 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 240 tahanan Palestina. Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza.

Hamas sempat menyampaikan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan sejumlah sandera akibat agresi tanpa henti Israel ke Gaza. Hamas memperkirakan beberapa sandera telah terbunuh serangan Israel.

Saat ini pertempuran masih berlangsung di Gaza. Konfrontasi sengit berlangsung di Khan Younis, Jalur Gaza selatan. Sejauh ini lebih dari 25.700 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sementara korban luka melampaui 63.700 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement