Kamis 25 Jan 2024 18:03 WIB

Pakar Hukum Nilai Mahfud MD Sulit Mundur Sebagai Menko Polhukam, Ini Alasannya

Mahfud dinilai akan membuat langkah mundurnya membawa dampak politik.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Agus raharjo
Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD melambaikan tangan kepada awak media usai menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Kegiatan yang diselenggarakan KPK tersebut dihadiri oleh ketiga pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, 2 dan 3 dengan tujuan untuk menyampaikan terkait persoalan dan hambatan KPK dalam pemberantasan korupsi sehingga para pasangan capres dan cawapres tersebut dapat terlibat dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi KPK.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD melambaikan tangan kepada awak media usai menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Kegiatan yang diselenggarakan KPK tersebut dihadiri oleh ketiga pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, 2 dan 3 dengan tujuan untuk menyampaikan terkait persoalan dan hambatan KPK dalam pemberantasan korupsi sehingga para pasangan capres dan cawapres tersebut dapat terlibat dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai keinginan Mahfud MD untuk mundur sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sulit terlaksana. Meski begitu, bukan berarti pernyataan yang diucapkan oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 itu tak bisa terjadi.

Bivitri mengatakan, Mahfud pasti sudah membuat pertimbangan sebelum menyatakan akan mundur sebagai Menko Polhukam. Namun, posisinya saat ini agak sulit untuk bisa mundur dengan leluasa.

Baca Juga

"Karena, jangan lupa, kalau ada menteri mundur pasti akan digantikan. Itu satu," kata Bivitri di salah satu kafe kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

Ia menilai, setiap menteri pasti ingin meninggalkan warisan tersendiri selama menjabat. Ketika penggantinya nanti bukan orang yang tepat, warisan yang telah disusun akan rusak.

Selain itu, ia menduga, Mahfud masih menghitung untung-rugi untuk mundur sebagai Menkopolhukam. Apalagi, ketika mundur, ia akan kehilangan informasi dari dalam lingkungan pemerintahan.

"Padahal Sekarang lagi gila-gilaan nepotismenya. Jadi mungkin, ini mungkin ya, hitungannya seperti itu. Itu akan dijadikan semacam senjata akhir, kalau situasinya sudah sedemikian buruk, maka dia bilang suatu saat saya akan mundur," kata dia.

Menurut Bivitri, Mahfud tidak akan membuat langkah mundurnya sia-sia. Artinya, kemundurannya itu harus membawa dampak politik.

"Kalau ramai-ramai menteri mundur misalnya ya, itu kan ada dampak politik ya. Jadi intinya kita harus baca ini sebagai move politik," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement