REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya lubis menilai adanya kesalahan dalam membaca Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal tersebut memang terdapat norma di mana presiden atau wakil presiden boleh berkampanye.
Namun, maksud kampanye untuk presiden itu adalah dia yang kembali maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) untuk periode keduanya. Bukan Joko Widodo (Jokowi) yang sudah menjalankan masa kepemimpinannya selama dua periode.
"Dalam konteks ini saya memahami pasal itu kalau presiden itu sebagai incumbent maju lagi untuk pemilihan berikutnya, running for the second term," ujar Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
"Nah, dalam konteks ini Presiden Jokowi tidak bisa lagi ikut dalam kontestasi politik, dia tidak running dalam for the second term ya, jadi tidak ada periode ketiga," ujarnya menambahkan.
Dalam Pasal 299 Ayat 1 UU Pemilu dijelaskan, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Selanjutnya dalam Ayat 2, pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Kemudian dalam Ayat 3, pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden; anggota tim kampanye; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Nah dia (Jokowi) seharusnya menahan diri untuk berada di atas semua kontestan politik ini dan kalau dia dalam konteks sekarang ini ikut kampanye, ikut memihak, potensi conflict of interest, potensi benturan kepentingan akan sangat telanjang dan kasat mata," ujar Todung.
Di samping itu, ia juga mengingatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kepada Jokowi. Di dalamnya menjelaskan, presiden sebagai kepala negara harus berada di atas semua kelompok, golongan, suku, agama, dan partai politik.
"Ketika seseorang dipilih sebagai presiden, maka kesetiaannya menjadi kesetiaan terhadap negara, terhadap rakyat, tanpa membeda-bedakan mereka. Ini saya kasih satu hal yang sangat prinsipil yah yang harus dimiliki, karena itu melekat pada diri presiden dan kepala negara," ujar Todung.