Kamis 25 Jan 2024 20:25 WIB

Ketika Luhut dan Bahlil Bersatu Padu Mencecar Tom Lembong

Tom Lembong ibaratkan Luhut, Bahlil, Budiman, dan Habiburokhman pemadam kebakaran.

Rep: Iit/Febrian Fachri/Teguh/ Red: Teguh Firmansyah
Thomas Trikasih Lembong
Foto: Dok BKPM
Thomas Trikasih Lembong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia satu suara menyangkal Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin, Thomas Lembong, soal nikel. 

Thomas Lembong sebelumnya mempersoalkan hilirisasi nikel yang dianggapnya ugal-ugalan. Lembong juga menyebut pengembangan kendaraan listrik dunia seperti Tesla tidak lagi menggunakan bahan baku nikel, tapi Lithium Ferro Phosphate (LFP). 

Baca Juga

"Saya ingin mengatakan, tidaklah benar kalau ada seorang mantan pejabat, pemikir ekonomi atau siapapun yang menyatakan nikel nggak lagi jadi bahan yang dikejar-kejar investor untuk membuat baterai mobil," tegas Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Bahlil tak menampik, memang untuk bahan baku LFP, fosfat, dan litium tidak ada di Indonesia. Itu karena yang ada di Tanah Air berupa kobalt, mangan, dan nikel.

Namun Bahlil menekan komitmen pemerintah yang tengah fokus mengembangkan sumber daya alam dalam negeri, di antaranya nikel.

Mantan ketua HIPMI itu justru curiga informasi soal nikel yang tidak dipakai lagi itu digunakan untuk melobi pemerintahan selanjutnya agar tidak lagi melarang ekspor barang mentah. 

"Hati-hati loh! Ini saya menghubungkan. Jangan sampai di bangsa ini ada antek-antek asing untuk masuk merusak tatanan dalam kebijakan publik, bahaya ini," kata dia.

Senada dengan Bahlil, Luhut juga menyangkal soal kekhawatiran harga nikel yang kini mulai turun di pasaran seperti disampaikan Tom Lembong, sapaan akrab Thomas Lembong.

Menurut Luhut, masalah harga nikel yang menjadi produk hilirisasi ini harus dilihat dalam rentang panjang. Dalam 10 tahun terakhir, terlihat bagaimana siklus harga komoditas yang bergerak naik dan turun, 

"Kan Anda pebisnis juga, siklus dari komoditas kan naik dan turun. Apakah itu batu bara, nikel, timah atau emas apa saja," ujarnya.   

Hanya saja, jelas Luhut, kalau melihat selama 10 taun terakhir ini, harga nikel dunia itu rata-rata 15 ribuan dolar AS. Pada periode 2014-2019 saat hilirisasi mulai dilakukan, bahkan harga rata-rata nikel itu hanya 12 ribu dolar AS. 

"Saya jadi gak ngerti bagaiman Tom Lembong memberikan statemen seperti ini. bagaimana Anda memberi advice bohong kepada calon pemimpin yang Anda dukung," ujarnya.  

"Saya sedih melihat Anda itu, inteletktual Anda diragukan," katanya. 

Luhut melanjutkan, Tom mungkin mungin betul seorang intelektual. Tapi ia memiliki karakter tidak bagus. "Cucu saya yang di George Town AS bilang, waktu anda (Tom) bicara di  Washington DC dua pekan lalu, 'bagaimana opung ada seorang mantan menteri yang bicara menjelekkan pemerintahannya sendiri, di mana waktu lalu dulu dia bekerja di situ what kind of personality is this Opung'," kata Luhut menirukan ucapan cucunya tersebut. 

Menurut Luhut, Tom harus mengerti jika harga nikel terlalu tinggi, maka itu akan sangat berbahaya. Mengapa demikian, karena orang akan mencari bentuk material lain buat membuat baterai seperti LFP "Jadi ini kalau kita hargannya ketinggian orang akan cari alternatif lain, teknologi berkembang sangat cepat karena itu kita mncari keseimbangan."

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement