REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, penurunan anggaran maupun volume pupuk subsidi akan memberatkan petani. Hal ini karena penurunan berpengaruh pada ketersediaan pupuk di tingkat petani.
"Kelangkaan ini jika terjadi sampai dengan saat dibutuhkan tentu saja sangat memberatkan petani. Dalam satu dua bulan ke depan seiring dengan makin banyaknya petani mulai menanam padi mengingat saat ini ketersediaan air sudah mulai meningkat," ujar Said kepada Republika, Kamis (25/1/2024).
Said menilai, persoalan terkait pupuk belum berubah dari dahulu sampai sekarang. Hal itu mulai dari kelangkaan atau harga yang di atas harga referensi pemerintah. Namun, dalam tengah hingga akhir tahun lalu sampai sekarang persoalan kelangkaan makin terasa.
"Di beberapa wilayah pada awal tahun ini pupuk subsidi masih langka dan harganya jauh di atas harga eceran tertinggi," ujarnya.
Hal ini terjadi karena terus menurunnya alokasi anggaran pupuk subsidi. Kalau melihat data memang terjadi penurunan. Pada tahun 2020 sebesar Rp 31,1 triliun lalu pada tahun 2023 turun menjadi Rp 25,28 Triliun.
"Tahun ini turun lagi. Walapun secara ageregat sejak 2014 sampai sekarang dibandingkan sebelumnya dengan kurun waktu yang sama jumlahnya cukup besar. Penurunan anggaran dan volume pupuk subsidi tentu berpengaruh pada ketersediaan pupuk di tingkat petani," ujarnya.
Kondisi ini menurut Said juga dapat berimbas kepada menurunnya produksi pangan. Meskipun kata dia, pupuk memang bukan satu-satunya variabel produksi. tetapi di konteks Pulau Jawa yang kondisi kesuburan lahannya sudah makin rusak maka, penggunaan pupuk dalam jumlah cukup harus dilakukan. Jika tidak maka produksi ada peluang mengalami penurunan atau stagnan.
"Jika produksi turun tentu saja ketersediaan dan cadangan pangan juga jadi lemah," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut, tren alokasi subsidi pupuk Indonesia memang terus menurun, dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020. Kemudian terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023. Kondisi ini diikuti dengan penurunan jumlah volume yang diberikan rata-rata sekitar 9 juta ton hingga hanya mampu 6,1 juta ton pada tahun 2023.
Terkini, kemampuan subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton pada 2024. Hal ini akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni Harga DAP (diamonium fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Pertanian memastikan akan menambah alokasi anggaran untuk pupuk subsidi. Rencananya, dana tersebut akan ditingkatkan sebesar Rp 14 triliun sehingga meningkatkan anggaran pupuk subsidi dari Rp 26,6 triliun menjadi Rp 40,6 triliun.