Ditulis oleh Rizky Jaramaya
GAZA - Angkatan bersenjata Israel berencana mendirikan pos-pos militer permanen di Jalur Gaza. Ini merupakan pengungkapan terbaru mengenai potensi masa depan Gaza pascaperang.
Menurut laporan outlet berita yang berbasis di London, Middle East Eye, seorang perwira militer Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan, dia menerima perintah untuk menentukan lokasi pos militer permanen di Gaza. “Kami telah menerima perintah untuk menentukan lokasi stasiun militer permanen di Gaza," ujarnya.
Sampai saat ini, perintah untuk membangun fasilitas militer dilaporkan diberikan secara lisan dan bukan secara resmi atau di atas kertas. Karena Kementerian Pertahanan dan tentara secara informal menugaskan sejumlah kecil perwira untuk tujuan tersebut.
Israel telah menyerang Gaza tanpa henti selama tiga setengah bulan. Sejak itu, Israel dan otoritas pendudukan telah berupaya merumuskan masa depan dan pemerintahan Jalur Gaza setelah perang.
Terdapat beragam hasil yang potensial dan kontradiktif yang terungkap sejak saat itu, termasuk pelantikan otoritas Arab yang patuh melalui Otoritas Palestina (PA) atau kekuatan gabungan dari negara-negara Arab di sekitarnya, serta eksodus seluruh warga Palestina dari Gaza ke Mesir. Tak hanya itu, Israel juga berencana memindahkan warga Gaza ke Gurun Sinai atau zona penyangga atau pembuatan pulau terapung di lepas pantai Gaza untuk penduduk Palestina.
“Netanyahu dan kabinet perang sayap kanannya tidak berencana untuk menarik diri dari Gaza”, ujar perwira militer Israel yang berbicara tanpa menyebut nama.
Pengungkapan terbaru mengenai pendirian pos-pos militer di Jalur Gaza ini memiliki kemiripan dengan situasi di Tepi Barat. Pendudukan Israel memberlakukan pos-pos pemeriksaan dan pembatasan bagi warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat, dan memberikan kebebasan kepada tentara dan pemukim ilegal Yahudi.
Namun, menurut perwira Israel tersebut, situasi di Jalur Gaza di masa depan bisa lebih buruk dari situasi di Tepi Barat. “Model ini adalah versi Tepi Barat yang lebih termiliterisasi. Saya pernah bertugas di Tepi Barat. Gaza tidak akan seperti itu, akan ada lebih banyak stasiun militer dan lebih banyak tentara," ujarnya.
Sebelumnya Hamas dengan tegas menolak upaya Israel dan para pendukungnya untuk ikut campur dalam masa depan Jalur Gaza. Hamas mengatakan, pemerintahan di daerah kantong yang terkepung itu adalah masalah nasional.
“Faksi-faksi Palestina menegaskan posisi nasional mereka yang bersatu bahwa tidak akan ada kesepakatan atau pertukaran tahanan tanpa penghentian agresi terhadap rakyat kami di Gaza secara komprehensif," ujar pernyataan Hamas, dilaporkan Quds Press.
Hamas juga mengumumkan dukungan penuhnya terhadap upaya yang dilakukan untuk memberikan bantuan kepada rakyat Palestina dan meringankan penderitaan mereka. Hamas menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dan bermitra dengan lembaga pemerintah terkait, dalam kerangka memperkuat ketabahan dan perlindungan rakyat Palestina dari rencana pendudukan Israel.
Sementara itu, Kepala Biro Politik Hamas di luar negeri, Sami Abu Zuhri, menuduh Amerika Serikat berupaya mencegah negara lain mengajukan tuntutan hukum terhadap Israel, serupa dengan kasus genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Pengadilan internasional telah memulai sidang gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel atas tuduhan melakukan genosida di Jalur Gaza.
Abu Zuhri mengatakan, Palestina berharap pengadilan akan mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang tersebut. Dia menekankan, situasi yang terjadi di Gaza adalah perang genosida yang nyata dan belum pernah terjadi sebelumnya.
"(Genosida di Gaza) dilakukan oleh pendudukan Israel dengan dukungan dan kemitraan negara-negara Barat," ujar Abu Zuhri.
Lebih dari 23.000 warga Palestina gugur dalam kampanye pengeboman Israel yang tiada henti di Gaza sejak 7 Oktober. Sementara 1,9 juta warga Palestina, atau 85 persen penduduk Jalur Gaza terpaksa mengungsi dan menjadi pengungsi.