Jumat 26 Jan 2024 16:15 WIB

Soal Presiden Boleh Kampanye, Ganjar: Adakah Moralitas di Sana?

Capres Ganjar Pranowo mempertanyakan moralitas terkait presiden boleh kampanye.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo. Capres Ganjar Pranowo mempertanyakan moralitas terkait presiden boleh kampanye.
Foto: Republiika/Nawir Arsyad Akbar
Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo. Capres Ganjar Pranowo mempertanyakan moralitas terkait presiden boleh kampanye.

REPUBLIKA.CO.ID, MANGGARAI -- Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menggelar kampanye akbar di Stadion Golo Dukal, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelum itu, ia menerima pesan dari seorang uskup di sana yang menyampaikan soal kekuasaan yang saat ini tengah dikontestasikan.

"Pemilu yang sedang dilaksanakan, tidak hanya sekedar bicara berapa banyak dukungan, tapi adakah moralitas yang ada di sana? Adakah tanggung jawab yang bisa diberikan dengan nilai etika yang tinggi," ujar Ganjar dalam orasinya, Jumat (26/1/2024).

Baca Juga

Jelansya, Indonesia memiliki banyak orang-orang hebat yang punya komitmen besar untuk membangun negara ini. Komitmen tersebut juga yang dilihatnya dari masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sudah beberapa kali ia kunjungi.

Seluruh wilayah Indonesia, termasuk NTT, haruslah mendapatkan kesempatan dan daerah yang sama dengan daerah lain yang sudah maju. Hal tersebut harus diawali dengan kesehatan masyarakat yang lebih baik.

"Ketika saya melihat daerah-daerah yang butuh diperjuangkan untuk bisa setara, maka yang saya bisa bayangkan adalah mulai dari kesehatan harus baik. Setelah kesehatan baik, air bersih cukup, mereka bisa bertani dengan modernitas," ujar Ganjar.

Setelah itu, negara harus masuk dalam kebijakannya untuk meningkatkan pendidikan masyarakat, tanpa terkecuali. Menurutnya, pendidikan merupakan solusi terbaik guna mendongkrak kualitas hidup keluarga miskin untuk mengubah nasibnya.

Karenanya, ia bersama Mahfud MD memiliki program "Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana". Pendidikan dapat menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan, apalagi jika didukung oleh kurikulum siap kerja bagi mereka yang mengenyam pendidikan tersebut.

"Kalau satu keluarga miskin ada satu anak sarjana, maka itu bisa membangkitkan keluarga itu dan lepas dari kemiskinan yang ada," ujar Ganjar.

"Saya dari keluarga miskin, Pak Mahfud dari keluarga sederhana, karena kami bisa sekolah tinggi, maka kami bisa memperbaiki situasi keluarga kami. Kami juga berharap itu bisa terjadi pada Bapak/Ibu sekalian," sambung mantan gubernur Jawa Tengah itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement