REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Level air tanah di seluruh dunia telah menunjukkan penurunan yang signifikan dan cepat selama 40 tahun terakhir. Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature, hal ini didorong oleh praktek irigasi yang tidak berkelanjutan serta perubahan iklim.
Air tanah merupakan sumber utama air tawar untuk pertanian, rumah tangga, dan industri. Karenanya, penipisan level air dapat menimbulkan ancaman ekonomi dan lingkungan yang parah, termasuk penurunan hasil panen dan tanah yang merusak terutama di daerah pesisir.
“Salah satu kekuatan penggerak utama yang paling mungkin di balik penurunan air tanah yang cepat dan meningkat adalah penarikan air tanah yang berlebihan untuk pertanian irigasi di daerah kering,” kata salah satu peneliti studi Scott Jasechko dari University of California, Santa Barbara, seperti dilansir Reuters, Jumat (26/1/2024).
Selain itu, kekeringan yang dipicu oleh perubahan iklim juga berdampak, di mana petani kemungkinan akan memompa lebih banyak air tanah untuk memastikan tanaman mereka teririgasi. Jasechko mengatakan bahwa deplesi atau penyusutan telah terdengar terutama di tengah kondisi iklim gersang dengan lahan pertanian yang luas.
Studi ini dilakukan dengan menganalisis 170 ribu sumur di lebih dari 40 negara Wilayah Utara China, Iran, dan Barat Amerika Serikat termasuk di antara daerah yang paling terkena dampak buruk.
Lebih dari sepertiga dari 1693 sistem akuifer -lapisan batuan berpori atau sedimen yang menampung air tanah- yang dipantau oleh studi tersebut turun setidaknya 0,1 meter per tahun dari tahun 2000 hingga 2022, dengan 12 persen mengalami penurunan tahunan lebih dari 0,5 meter. Beberapa akuifer yang paling parah terkena dampak di Spanyol, Iran, China, dan Amerika Serikat turun lebih dari 2 meter per tahun selama periode tersebut
Pada sekitar 30 persen akuifer yang diteliti, tingkat penipisan telah meningkat sejak tahun 2000. Beberapa akuifer memang membaik selama periode tersebut, sebagian karena ada berbagai langkah lokal dalam membatasi berapa banyak air yang dapat dipompa keluar.
“Akuifer juga dapat diisi kembali dengan air yang dialirkan dari tempat lain. Namun, pemulihan semacam itu relatif jarang dan masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan,” kata Jasechko.