REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Akademisi dari Universitas Papua (Unipa) Manokwari Agus Sumule menyatakan pola sekolah sepanjang hari (SHH) cocok diterapkan di tanah Papua karena merupakan bagian pendidikan inklusif untuk memberikan kesempatan yang sama peserta didik mendapat pendidikan sesuai potensi kecerdasannya.
"Sekolah sepanjang hari berbeda dari sekolah berpola asrama. Murid tidak harus menginap di asrama, mereka tetap pulang di sekolah, tapi jam sekolah lebih lama," kata Agus di Manokwari, Jumat (26/1/2024).
Melalui pola SHH, seorang siswa datang ke sekolah lebih awal sebelum jam pelajaran dimulai. Kemudian para siswa dipersilakan untuk mandi, diberikan seragam dan sepatu sekolah, mendapat sarapan dan menerima pembinaan rohani.
Saat jam pelajaran, siswa mengikuti proses belajar-mengajar seperti biasa. Kemudian, saat jam makan siang siswa diberi makan siang yang kemudian dilanjutkan dengan belajar mandiri atau kegiatan membaca hingga sore. Pada waktu sore, para siswa melakukan pengayaan entah berupa olahraga atau pelajaran tambahan.
"Guru yang mengajar tentunya harus lebih banyak. Bukan satu guru mengajar seluruh kelas, tapi guru mengajar sesuai dengan kemampuan akademis masing-masing siswa," ujar peneliti demografi Papua dan Papua Barat ini.
Ia menambahkan, sebelum pulang ke rumah, para peserta didik kembali diajak mandi kemudian diberi makanan ringan serta mempersiapkan perlengkapan belajar untuk esok hari. Seragam dikumpulkan dan mereka kembali ke rumah dengan baju biasa.
Ia mengatakan Unipa telah sukses melakukan proyek percontohan SHH di SD Inpres 11 Konda, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya. Tentunya SHH dapat berhasil jika mendapat dukungan dari segenap pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat sekitar. Unipa pun memberi dukungan dengan mengirim tenaga pendidik secara rutin.
“Tentu infrastruktur jadi tanggung jawab pemerintah. Tapi untuk makanan, ibu-ibu di sana yang menyiapkan. Begitu juga untuk mencuci pakaian. Sedangkan ruang mandi dibangun sederhana dari swadaya masyarakat dan pemerintah kampung,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dengan pola SHH, anak-anak Papua menjadi lebih betah bersekolah dan nilai akademis siswa menjadi lebih baik. Menurutnya, pendidikan di Tanah Papua semestinya lebih baik karena didukung dengan dana otonomi khusus (Otsus) yang bernilai miliaran rupiah.