Jumat 26 Jan 2024 22:16 WIB

Laba Bank BNI Tumbuh Dua Digit, Berkat Apa Saja?

Sepanjang periode 2020-2023, BNI juga mampu mencatatkan rata-rata pertumbuhan kredit mencapai 7,9 persen per tahun.

Rep: Kadaharan/ Red: Partner
.
Foto: network /Kadaharan
.

Laba Bank<a href= BNI Tumbuh Dua Digit, Berkat Apa Saja? (foto: republika)" />
Laba Bank BNI Tumbuh Dua Digit, Berkat Apa Saja? (foto: republika)

GenpOp.id -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatat laba bersih sebesar Rp 20,9 triliun sepanjang 2023. Angka tersebut naik 14,2 persen secara tahunan (yoy).

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menuturkan, pertumbuhan laba sepanjang tahun 2023 ini diperoleh berkat adanya perbaikan fundamental. Termasuk kontribusi fee-based income, efisiensi operasional, serta kualitas aset.

Selain itu, sepanjang periode 2020-2023, BNI juga mampu mencatatkan rata-rata pertumbuhan kredit mencapai 7,9 persen per tahun.

Faktor Pertumbuhan Laba Bersih BNI

Berdasarkan penjelasan tersebut, ada beberapa hal yang membuat BNI mengalami pertumbuhan laba bersih hingga dua digit:

1. Perbaikan fundamental.

2. Kontribusi fee-based income.

3. Efisiensi operasional.

4. Kualitas aset.

Adapun sebelumnya, dalam periode sembilan bulan hingga September 2023, saat itu perolehan laba bersih BNI tumbuh 15,1 persen year on year (yoy), mencapai Rp 15,8 triliun.

"Pencapaian laba yang baik ini didukung kinerja kredit yang mengalami akselerasi di kuartal ketiga," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar saat paparan kinerja kuartal III 2023, Selasa (31/10/2023), dilansir Republika.co.id.

Akselerasi kredit yang dilakukan selama sembilan bulan tahun 2023 menjadikan BNI sanggup mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 7,8 persen yoy menjadi Rp 671,4 triliun.

Kinerja tersebut juga didorong ekspansi di segmen berisiko rendah, yaitu korporasi blue chip baik swasta dan BUMN, kredit konsumer, dan perusahaan anak. Karena akselerasi kredit di segmen berisiko rendah inilah, kualitas aset terus membaik yang terlihat dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dan rasio Loan at Risk (LaR).

Dengan demikian, rasio NPL per September telah berada di level 2,3 persen membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,0 persen. Sementara LAR berada di level 14,4 persen yang membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di posisi 19,3 persen.

Kualitas aset yang terus membaik membuat perseroan dapat mengurangi pembentukan beban Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Hal ini membuat credit cost membaik dari 2,0 persen pada September 2022 menjadi 1,4 persen pada September tahun ini.

Di tengah naiknya risiko ekonomi global, BNI mengambil langkah prudent dengan membangun likuiditas yang kuat. Hingga September 2023, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 9,1 persen yoy mencapai Rp 747,6 triliun.


Tren kenaikan suku bunga acuan yang mempengaruhi biaya bunga dana (Cosf of Fund/CoF) memang tengah mengalami tren peningkatan dan fenomena ini terjadi merata di industri perbankan.

Di tengah kondisi tersebut, CoF ada di kisaran dua persen, yang secara struktural masih lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi di atas tiga persen.

Hal ini juga didukung oleh channel digital BNI, yang mampu menghadirkan layanan yang kompetitif untuk mendorong pertumbuhan giro dan tabungan (Current Account Saving Account/CASA) berbasis transaksi yang kuat.

Rasio kecukupan permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) terus meningkat dari 18,9 persen tahun lalu menjadi 21,9 persen per September 2023, jauh di atas persyaratan modal minimum sebesar 13,8 persen.

Tingginya rasio kecukupan permodalan ini memberikan BNI kemampuan untuk memenuhi kebutuhan ekspansi bisnis dan investasi BNI group.

Perseroan pun terus mendapat dampak positif dari penguatan end to end credit process. Penguatan peran dari anak usaha juga semakin positif dalam memberi kontribusi kinerja BNI Group.

"Kami sangat bersyukur melihat kinerja positif hingga kuartal ketiga 2023 ini. Kami berkomitmen untuk terus mendorong tren pertumbuhan yang baik ini, sehingga dapat memberikan kontribusi optimal dalam menjaga momentum pertumbuhan kredit dan ekonomi," kata Royke saat itu. []

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement