REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
Dalam rilis yang diterima Republika, Sabtu (27/1/2024), Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengajak seluruh masyarakat Indonesia mengawasi penyelenggaraan pemilu. Tujuannya agar Pemilu 2024 yang berlangsung dapat berjalan jujur dan adil.
"Muhammadiyah mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, dan utamanya penyelenggara negara. Pengawasan semesta ini diperlukan untuk memastikan Pemilu berlangsung secara jujur, adil," kata Trisno dalam surat pernyataan sikap Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Sabtu (27/1/2024).
Dia menyebut apabila pemilu berjalan penuh keadilan dan kejujuran, maka Indonesia akan memperoleh pimpinan yang legitimated dan berintegritas serta memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara oleh penyelenggara negara.
Tak hanya itu, Muhammadiyah juga neminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi melakukan kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil pemilu.
Sikap ini dinilai penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak yang bukan sekedar mengkalkulasi suara (karena MK bukan Mahkamah Kalkulator) tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara.
Sikap Muhammadiyah ini diambil sebagai respons dari pernyataan Presiden Jokowi yang kontroversial melalui pernyataannya tanggal 24 Januari 2024. Presiden Jokowi menyebut bahwa presiden dan menteri boleh kampanye, boleh berpihak.
Secara lengkap, Presiden menyatakan dalam redaksinya, "Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh loh kampanye, boleh lho memihak."
Pernyataan tersebut langsung menimbulkan kontroversi di masyarakat. Meskipun pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi menggarisbawahi bahwa kampanye dimaksud tidak menggunakan fasilitas negara.
Pasca kontroversi itu, Presiden Joko Widodo memberikan klarifikasi. Jokowi menyebut bahwa ucapannya sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281.