Senin 29 Jan 2024 06:10 WIB

Mengganggu, Pengemis dan Gelandangan di Yogyakarta Ditertibkan

Sebagian pengemis dibawa ke Kantor Satpol PP Kota Yogyakarta.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Gelandangan dan pengemis (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gelandangan dan pengemis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP Kota Yogyakarta menertibkan pengemis dan gelandangan. Setidaknya, selama Januari 2024 ini ada puluhan pengemis dan gelandangan yang sudah ditertibkan karena dianggap mengganggu masyarakat.

Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Kota Yogyakarta, Dodi Kurnianto, mengatakan penertiban pengemis dan gelandangan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.

Pihaknya mencatat sudah menertibkan 22 pengemis dan gelandangan selama Januari 2024 ini di Kota Yogyakarta. Sedangkan, pada 2023 lalu setidaknya ditertibkan 103 pengemis dan gelandangan di Kota Gudeg tersebut.

"Satpol PP bergerak berdasarkan patroli wilayah. Kalau misalkan ditemukan akan kami lakukan penindakan," kata Dodi belum lama ini.

Disampaikan Dodi, lantaran dasar penegakan adalah Perda DIY, kewenangan Satpol PP Kota Yogyakarta hanya melakukan penegakan non yustisi seperti menghalau dan mengingatkan.

Sebagian pengemis juga dibawa ke Kantor Satpol PP Kota Yogyakarta untuk membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya. Namun jika masih nekat, tindakan terakhir adalah membawa pengemis dan gelandangan itu ke Camp Asessment Dinas Sosial DIY.  

"Misalnya pengamen yang sifatnya mengganggu untuk kali pertama dan kedua, kami halau atau kami anjurkan pergi. Tapi kalau sudah beberapa kali masih jalan terus, kami melakukan penegakan sesuai Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 dibawa ke Camp Asessment Dinas Sosial DIY," ucap Dodi.

Dodi mencontohkan seperti aktivitas pengemis di kawasan Plengkung Gading, Jalan Langenarjan, Kota Yogyakarta yang langsung dibawa ke camp asessment Dinas Sosial DIY. Aktivitas pengemis di kawasan tersebut dinilai sudah mengganggu masyarakat sekitar maupun wisatawan.

Dijelaskan bahwa pengemis yang sifatnya mengganggu maupun Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), tidak perlu ada penghalauan dahulu. Selain itu, Satpol PP Kota Yogyakarta juga menertibkan pengemis jathilan di Jalan Menteri Supeno karena sudah pernah diingatkan dan dihalau.

Pengemis jathilan itu dibawa ke Camp Asessment untuk diproses. Dari interogasi yang dilakukan terhadap pengemis itu, ternyata selama enam jam bisa mendapat sekitar Rp 510 ribu.

Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan uang maupun bantuan apapun kepada pengemis maupun gelandangan. Pasalnya, kata Dodi, hal ini hanya akan membuat pengemis dan gelandangan tersebut betah hidup di jalanan.

"Kami mengimbau masyarakat jangan memberi karena rasa belas kasihan kepada mereka. Salurkan uang atau bantuan ke tempat yang benar, seperti di panti, Baznas atau lembaga lainnya. Kalau diberikan di jalan hanya akan melestarikan mereka, dan merusak citra Yogyakarta sebagai kota wisata dan pendidikan," ucap Dodi.

Dijelaskan Dodi bahwa tidak boleh ada aktivitas pengemis dan gelandangan mengacu pada perda. Meski begitu, diakuinya saat ini pengemis maupun pengamen bahkan mengemas diri menjadi seniman jalanan.

Hal tersebut, kata Dodi, menyulitkan upaya penertiban mengingat di perda ada klausul pengemis yang dikatakan mereka yang berpakaian compang-camping. Meski demikian, apabila sudah mengganggu masyarakat, Satpol PP Kota Yogyakarta tetap melakukan penertiban.

"Kalau sudah mengganggu misalnya ada laporan suaranya terlalu keras, mengganggu dan ada orang di sekitar sedang sakit, kami lakukan penindakan langsung. Seperti di simpang empat Pingit, masyarakat sekitar melaporkan pengamen ke kami karena ada orang tua yang tinggal di kawasan itu dalam kondisi sakit jantung. Apalagi pengamen itu dari jam enam pagi sampai malam. Kami tertibkan, ternyata besoknya ganti pengamen yang lain," jelasnya.

Dodi juga menuturkan bahwa pihaknya berupaya menertibkan pesepeda yang diduga ODGJ menendang kaki sejumlah pengguna jalan dan dikeluhkan masyarakat di media sosial. Pihaknya sudah mendatangi ke lokasi, namun orang yang bersangkutan tidak ditemukan karena terus bersepeda, sehingga Satpol PP Kota Yogyakarta sulit melakukan penertiban.

"Tapi ini menjadi atensi kami saat patroli maupun jika ada aduan kepada kami,” ungkap Dodi.

Sementara itu, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Erva Wifata mengatakan, pihaknya memiliki kewenangan rehabilitasi pengemis dan gelandangan di luar panti.

Oleh sebab itu, ketika ada warga Kota Yogyakarta menjalani rehabilitasi setelah dari Camp Asessment Dinas Sosial DIY, maka akan dilakukan pengembalian ke keluarga, dan dilakukan pemberian motivasi agar tidak kembali mengemis ataupun menggelandang.

"Kita melakukan penelusuran keluarga untuk dilakukan reunifikasi keluarga atau dikembalikan ke keluarga. Kami ada kegiatan bimbingan sosial dan motivasi bagi warga rentan hidup di jalan, rentan gelandangan pengemis. Kita berikan motivasi agar tidak turun ke jalan," kata Erva.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement