Senin 29 Jan 2024 14:43 WIB

Blok Arab di Parlemen Israel akan Ajukan Mosi tidak Percaya pada Netanyahu

Dibutuhkan 61 suara dari 120 kursi di Knesset agar mosi tidak percaya dapat disahkan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Benjamin Netanyahu. Partai Gerakan Pembaruan Arab atau dikenal sebagai Ta'al, mengatakan mereka akan mengajukan proposal mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Netanyahu pada Senin (29/1/2024).
Foto: EPA-EFE/RONEN ZVULUN
Benjamin Netanyahu. Partai Gerakan Pembaruan Arab atau dikenal sebagai Ta'al, mengatakan mereka akan mengajukan proposal mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Netanyahu pada Senin (29/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sebuah blok Arab di parlemen Israel (Knesset) akan mengupayakan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Langkah itu terkait dengan perang yang berlangsung di Jalur Gaza.

Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (28/1/2023), Partai Gerakan Pembaruan Arab atau dikenal sebagai Ta'al, mengatakan mereka akan mengajukan proposal mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Netanyahu pada Senin (29/1/2024). Menurut pernyataan tersebut, proposal tersebut akan menyerukan diakhirinya perang Gaza, mencapai kesepakatan pertukaran sandera, dan meluncurkan jalur politik untuk perdamaian.

Baca Juga

“Pemerintah Netanyahu menghalangi tercapainya kesepakatan untuk mengembalikan sandera dan tahanan sebagai bagian dari proses pertukaran tahanan, karena kelanjutan perang berkontribusi pada kelangsungan hidup negara tersebut,” demikian isi proposal Ta’al, dikutip laman Anadolu Agency.

“Tidak ada alternatif selain mengakhiri perang untuk memulai jalur politik baru menuju perjanjian perdamaian yang adil,” kata Ta’al dalam proposalnya.

Dibutuhkan 61 suara dari 120 kursi di Knesset agar mosi tidak percaya dapat disahkan. Saat ini koalisi Netanyahu memiliki mayoritas 64 kursi di Knesset. Sebelumnya Partai Buruh Israel juga telah mengumumkan akan mengajukan proposal mosi tidak percaya pada pemerintahan Benjamin Netanyahu ke Knesset. Partai tersebut menyoroti ketidakmampuan Netanyahu untuk memulangkan warga Israel yang masih disandera Hamas di Jalur Gaza.

“Putri dan putra kami telah ditawan oleh Hamas selama 103 hari. (Selama) 103 hari negara Israel terpecah antara Israel dan Gaza. Dan pemerintah tidak peduli sama sekali,” kata Partai Buruh Israel lewat akun X resminya, 17 Januari 2024 lalu, dikutip laman Middle East Monitor.

Di unggahan lain, Partai Buruh Israel mengingatkan bahwa para sandera tidak mempunyai waktu. “Mereka (para sandera) tidak punya waktu. Kita tidak punya waktu. Dan tidak ada kepercayaan pada pemerintah yang tidak melakukan segalanya untuk mengembalikan mereka. Tidak ada kepercayaan pada pemerintah yang tidak menempatkan penculikan sebagai prioritas,” kata Partai Buruh Israel.

“Sebuah pemerintahan yang peduli terhadap kepentingan korupnya dan bukan mereka yang mengorbankan nyawanya demi kepentingannya. Ini adalah pemerintahan yang tidak dapat dipercaya, harus digulingkan,” ujar Partai Buruh Israel. 

Partai Buruh hanya memiliki empat dari 120 kursi di Knesset. Partai tersebut dipimpin oleh mantan menteri transportasi Israel, Merav Michaeli. Pada 24 Januari 2024 lalu, Pemerintah Israel menolak seruan gencatan senjata di Jalur Gaza. “Tidak akan ada gencatan senjata. Dulu ada jeda untuk tujuan kemanusiaan. Perjanjian itu dilanggar oleh Hamas,” kata juru bicara pemerintah Israel, Ilana Stein.

Stein pun membantah laporan yang menyebut adanya potensi Israel dan Hamas menyepakati jeda pertempuran kembali. “Mengomentari perjanjian gencatan senjata yang dilaporkan, Israel tidak akan menyerah dalam penghancuran Hamas, kembalinya semua sandera, dan tidak akan ada ancaman keamanan dari Gaza terhadap Israel,” ucapnya. 

Menurut statistik Israel, Hamas menculik sekitar 239 orang ketika mereka melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Pada 24 November hingga 1 Desember 2023, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Kesepakatan itu tercapai berkat peran mediasi Qatar, Mesir, dan AS.

Selama periode gencatan senjata, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Hamas membebaskan 105 sandera. Mereka terdiri dari 81 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 240 tahanan Palestina.

Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza. Hamas sempat menyampaikan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan sejumlah sandera akibat agresi tanpa henti Israel ke Gaza. Hamas memperkirakan beberapa sandera telah terbunuh serangan Israel. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement