REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan mereka berhasil meluncurkan tiga satelit ke luar angkasa dengan roket, yang beberapa kali pernah mengalami kegagalan. Peluncuran ini dilakukan saat ketegangan di Timur Tengah yang dipicu perang Israel di Gaza semakin memanas.
Iran tidak melakukan intervensi militer dalam konflik tapi menghadapi tekanan yang mendorong negara itu mengambil tindakan setelah bom bunuh diri ISIS pada awal bulan dan Houthi di Yaman menggelar serangan terkait konflik di Gaza di Laut Merah.
Serangan drone yang diklaim milisi yang didukung Iran menewaskan tiga tentara Amerika Serikat (AS) dan melukai puluhan lainnya di Yordania. Rekaman yang ditayangkan stasiun televisi pemerintah Iran menunjukan peluncuran roket Simorgh. Pengamat mengatakan rekaman itu menunjukkan tampaknya peluncuran di lakukan di Imam Khomeini Spaceport di pinggir Provinsi Semnan.
"Raungan (roket) Simorgh menggema di langit negara kami dan luar angkasa tak terbatas," kata reporter stasiun televisi pemerintah Iran, Abbas Rasooli, Senin (29/1/2024).
Stasiun televisi Iran melaporkan satelit yang diluncurkan adalah Mahda, Kayhan-2 dan Hatef-1. Mahda digambarkan sebagai satelit penelitian sementara Kayhan dan Hatef merupakan nano satelit yang fokus pada posisi dan komunikasi global. Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Iran Isa Zarepour mengatakan Mahda sudah mengirimkan sinyal ke bumi.
Sudah lama kali program peluncuran roket Simorgh mengalami kegagalan. Kegagalan Simorgh atau Phoenix menjadi kemunduran dari serangkaian program luar angkasa sipil Iran, termasuk kebakaran fatal dan ledakan tempat peluncuran roket yang menarik perhatian mantan presiden AS Donald Trump.
Rekaman stasiun televisi menunjukkan peluncuran yang dilakukan pada Ahad (28/1/2024) malam menggunakan slogan "Kami Bisa" dalam bahasa Farsi yang tampaknya mengacu pada kegagalan-kegagalan sebelumnya. Iran menggambarkan Simorgh sebagai roket dua tahap berbahan bakar padat yang dirancang mengitari orbit rendah bumi.
Namun namun dalam laporan komunitas intelijen AS untuk ancaman dari seluruh dunia pada tahun 2023 mengatakan pengembangan kendaraan peluncur satelit "memperpendek jangka waktu" Iran untuk mengembangkan rudal balistik antar-benua sebab menggunakan teknologi yang serupa. Laporan itu menyebut Simorgh sebagai kemungkinan roket dwi-fungsi.
Sebelumnya AS mengatakan peluncuran satelit Iran melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Washington meminta Teheran tidak melakukan aktivitas yang melibatkan rudal balistik yang dapat meluncurkan senjata nuklir. Sanksi-sanksi PBB terkait program rudal balistik Iran kadaluarsa Oktober lalu.
Di bawah pemerintahan Presiden Hassan Rouhani yang cenderung moderat program luar angkasa Iran melambat karena khawatir dapat memicu ketegangan dengan Barat. Namun sejak kesepakatan nuklir 2015 ambruk pada 2018 ketegangan dengan AS meningkat.
Presiden Ebrahim Raisi yang lebih keras mendorong program tersebut. Sementara tingkat pengayaan uranium Iran hampir mendekati tingkat yang dapat digunakan untuk menciptakan senjata nuklir. Meski badan intelijen AS dan asesmen lembaga lainnya menunjukkan Teheran belum memulai aktivitas mengembangkan senjata nuklir.
Pada Jumat (26/1/2024) lalu, Prancis, Jerman dan Inggris mengecam peluncuran satelit Iran serupa pada 20 Januari lalu. Mereka juga menyebut peluncuran itu membantu Iran mengembangkan rudal balistik jarak-jauh.
"Sudah lama kami khawatir dengan atas aktivitas Iran terkait teknologi rudal balistik yang mampu menghasilkan senjata nuklir," kata tiga negara tersebut.
"Kekhawatiran ini diperkuat eskalasi nuklir Iran yang terus berlanjut di luar semua pembenaran sipil yang kredibel," ujarnya dilansir laman The Associated Press.
Teheran memiliki persenjataan rudal balistik terbesar di Timur Tengah, sebagian karena sanksi selama beberapa dekade setelah Revolusi Islam 1979 dan krisis penyanderaan Kedutaan Besar AS yang menghalangi mereka untuk memiliki jet tempur canggih dan sistem persenjataan lainnya.