REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pimpinan Pusat Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslimin Indonesia (ICMI) mengusulkan agar diperingati Hari Jilbab Nasional setiap 8 Maret. Ia berharap Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden sebelum jabatannya selesai.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perempuan ICMI, Welya Safitri menjelaskan latar belakang usulan Hari Jilbab Nasional setiap 8 Maret. Menurut Welya usulan menjadikan tanggal 8 Maret sebagai Hari Jilbab Nasional karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan Hari Wanita Internasional.
"Orang-orang banyak memperingati hari wanita Internasional. Di hari itu cocok dijadikan hari jilban nasional karena historisnya," ujar Welya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (29/1/2024).
Jika presiden menyetujuinya, maka seluruh perempuan di Indonesia dapat merayakannya dengan memakai jilbab. Dan Welya meyakini peringatan Hari Jilbab Nasional akan menghapus pro dan kontra tentang jilbab karena sudah ada Kepres.
Hal tersebut sama halnya seperti pro kontra Jilbab Polwan sebelum keluar Peraturan Kapolri. Namun ketika Perkap tersebut terbit, kata Welya, pro kontra jilbab Polwan selesai. Welya mengeklaim Perempuan ICMI salah satu yang memperjuangkan Perkap Jilbab Polwan tersebut.
Keberhasilan mendesak Kapolri mengeluarkan Perkap jilbab Polwan meyakinkan Welya untuk kembali berjuang agar presiden menetapkan Hari Jilbab Nasional. Welyani mengaku sudah mendiskusikan isu ini dengan berbagai organisasi wanita di seluruh Indonesia.
Isu diskriminasi jilbab, menurut Welya masih cukup marak terjadi. Ia mengatakan di beberapa sekolah masih ada yang mempersoalkan pemakaian jilban. Dengan peringatan Hari Jilbab Nasional diyakini dapat mengurangi diskriminasi tersebut.
"Karena itu, kita akan berusaha keras agar Presiden Joko Widodo dapat mencanangkan cita-cita mulia tersebut," kata Welya.