Senin 29 Jan 2024 21:00 WIB

Paus Fransiskus: Tanpa Solusi Dua Negara, Perdamaian Israel-Palestina Jauh dari Kenyataan

Konflik Israel-Palestina harus diselesaikan dengan tulus.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Paus Fransiskus.
Foto: AP/Andrew Medichini
Paus Fransiskus.

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Paus Fransiskus mengatakan, saat ini dia memiliki ketakutan terbesar, yaitu eskalasi militer di Jalur Gaza. Dia menyebut, bara konflik di Gaza telah menyebar secara dramatis di kawasan.

“Ada Perjanjian Oslo yang sangat jelas dengan solusi dua negara. Sampai perjanjian itu tidak diterapkan, perdamaian sejati masih jauh dari kenyataan. Konflik ini dapat semakin memperburuk ketegangan dan kekerasan yang melanda planet ini,” ungkap Paus Fransiskus kepada harian Italia, la Stampa, dalam wawancara yang diterbitkan pada Senin (29/1/2024), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Paus Fransiskus mengatakan, setiap hari dia melakukan panggilan video dengan paroki Kristen di Gaza, yang menampung sekitar 600 orang. “Kami bertemu di Zoom, saya berbicara dengan orang-orang. Mereka menjalani hidup mereka setiap hari sambil menghadapi kematian,” ucapnya.

Ketika ditanya tentang apa yang dilakukan Vatikan dalam fase perang antara Israel dan Hamas, Paus Fransiskus mengatakan Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, adalah tokoh kunci dalam upaya Vatikan di wilayah tersebut.

"Dia hebat. Dia melakukan gerakan yang bagus. Dia mencoba melakukan mediasi dengan tekad,” ujarnya.

Saat memberikan pesan Natal di hadapan ribuan jemaat yang berkumpul di Basilika Santo Petrus di Vatikan, pada 25 Desember 2023 lalu, Paus Fransiskus meminta Israel menghentikan agresinya ke Gaza.

“Saya memohon diakhirinya operasi militer yang mengakibatkan korban sipil yang tidak bersalah, dan menyerukan solusi terhadap situasi kemanusiaan yang menyedihkan dengan membuka penyediaan bantuan kemanusiaan,” ujar Paus Fransiskus, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.

Dia kemudian menyerukan agar konflik Israel-Palestina diselesaikan melalui dialog yang tulus dan gigih antara kedua pihak. “Ditopang oleh kemauan politik yang kuat dan dukungan komunitas internasional,” ucapnya.

Umat Kristen Palestina membatalkan seluruh perayaan Natal tahun lalu. Langkah itu diambil sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap penduduk di Jalur Gaza. Di Betlehem, Tepi Barat, tak ada perayaan dan kemeriahan Natal. Padahal biasanya Natal dirayakan dengan meriah dan penuh sukacita di kota tempat kelahiran Yesus Kristus tersebut.

Para pemimpin gereja di Betlehem telah memutuskan untuk tidak merayakan Natal dengan “kemeriahan yang tidak perlu”. Hal itu dilakukan sebagai bentuk solidaritas mereka kepada warga di Jalur Gaza.

Sejauh ini, lebih dari 26.400 warga Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu korban luka melampaui 65 ribu orang. Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement