Ditulis oleh Esthi Maharani
YERUSALEM -- Liga Arab memperingatkan konsekuensi serius dari penangguhan pendanaan bagi badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (28/1/2024), liga yang berbasis di Kairo itu mengatakan penangguhan pendanaan bertujuan untuk mengabaikan upaya bantuan bagi jutaan pengungsi Palestina.
"Gerakan ini bukan hal baru dan bertujuan untuk melikuidasi kerja badan (PBB) yang melayani jutaan pengungsi Palestina,” kata Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul-Gheit.
Dia memperingatkan bahwa penangguhan pendanaan untuk UNRWA di tengah serangan mematikan Israel di Jalur Gaza berarti membiarkan warga sipil Palestina kelaparan dan mengungsi serta mendukung rencana Israel untuk menghilangkan perjuangan rakyat Palestina untuk selamanya.
Beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Italia, Australia, dan Kanada, telah menangguhkan pendanaan untuk UNRWA. Mereka termakan hasutan Israel yang mengatakan badan tersebut terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. UNRWA menyatakan telah memutuskan kontrak dengan beberapa staf setelah tuduhan Israel itu.
Tudingan Israel ke UNRWA bukan pertama kalinya terjadi. Sejak dimulainya perang di Gaza, Israel telah menuduh pegawai UNRWA bekerja untuk Hamas. Tudingan itu dijadikan pembenaran atas tindakan Israel untuk menyerang sekolah dan fasilitas UNRWA yang menampung puluhan ribu pengungsi di Jalur Gaza. Tuduhan tersebut muncul ketika Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa klaim Afrika Selatan tentang Israel yang melakukan genosida adalah masuk akal.
Pada Jumat (26/1/2024), pengadilan mengeluarkan perintah sementara yang mendesak Israel untuk berhenti menghalangi pengiriman bantuan ke Gaza dan memperbaiki situasi kemanusiaan. Dengan sengaja mengabaikan keputusan sementara ICJ, Israel melanjutkan serangan gencar di Jalur Gaza, di mana sedikitnya 26.422 warga Palestina telah terbunuh dan 65.087 orang lainnya terluka sejak 7 Oktober tahun lalu.
Serangan Israel juga menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut rusak atau hancur, menurut PBB.