Selasa 30 Jan 2024 09:56 WIB

Pemulung Kayu Gerobak Dorong Mampu Jadikan Anak Sarjana

Limbah kayu bekas sudah jarang ada, karena sudah banyak pakai besi baja ringan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Partner
.

Pantom sedang mencari kayu bekas di sela-sela tumpukan sampai plastik di Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Senin (29/1/2024). (Foto: Mursalin Yasland)
Pantom sedang mencari kayu bekas di sela-sela tumpukan sampai plastik di Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Senin (29/1/2024). (Foto: Mursalin Yasland)

SumatraLink.id, Lampung – Di mana ada kemauan di situ ada jalan, itulah hari-hari Pantom, lelaki usia 60 tahun ini. Dari pagi sampai petang, Pantom mendorong gerobaknya mencari kayu bekas lalu dijual untuk menghidupi keluarganya.

Di usia lanjut, Pantom mensyukuri masih diberikan kondisi tubuh yang sehat, sehingga bisa berkeliling jalan-jalan kampung, setiap hari. Kalau badan sakit, kata dia, hanya di rumah menyusahkan orang tidak bisa keluar rumah mencari rezeki.

“Yang penting itu, badan kita sehat dulu, biar bisa bergerak ke luar rumah,” kata Pantom saat bertemu seusai mencari kayu di pinggiran Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Senin (29/1/2024).

Sebagai tukang pencari kayu bekas sudah ia jalani hampir 20 tahun terakhir. Menurut dia, menjadi pemulung kayu bekas ini tidak berisiko dan juga tidak susah mencarinya, asalkan mau keliling jalan-jalan perkampungan.

Berbeda dengan berdagang, selain pakai modal juga harus ditunggui dagangan dan juga belum tentu dapat untung. Untuk itu, dia menghindari untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan menjadi peminta-minta di jalan dan dari rumah ke rumah.

Memasuki waktu pagi, Pantom mengeluarkan gerobak dorongnya. Dia mulai menyusuri jalan-jalan kampung di sepanjang kawasan Telukbetung. Satu per satu kayu-kayu bekas, jenis papan atau balok diangkut dimasukkan dalam gerobak dorongnya. Tidak perlu pilih-pilih kayu jenis apa, yang penting bukan punya orang.

Setelah gerobak dorongnya penuh, dia membawanya ke pabrik tempe dekat dengan rumah kontrakannya. Pantom menjual segerobak kayu bekas hasil mulungnya dari pagi sampai siang mendapatkan upah jual Rp 20.000 per gerobak.

“Sehari paling banyak saya dapat dua gerobak, jadi saya bawa pulang ke rumah Rp 40.000 sehari,” ujar Pantom, bapak dua anak asal Sukabumi, Jawa Barat.

Pabrik tempe dekat dengan rumahnya memproduksi tempe lapis daun dan plastik memasaknya dengan kayu bukan gas. Pabrik tempe tersebut lebih memilih bahan bakar kayu dibandingkan gas.

“Selain rasa tempenya beda, juga lebih hemat pakai kayu,” kata Pantom, yang hijrah dari Sukabumi ke Lampung tahun 1987.

Pabrik tempe tersebut, selain mendapatkan bahan bakar kayu dari pemulung kayu gerobak, juga mendapat pasokan kayu dalam jumlah besar dari proyek bangunan di Bandar Lampung. Biasanya, datang kayu satu mobil pikap dalam sehari.

Pemilik pabrik tempe sudah menyiapkan tempat kayu khusus terlindung dari hujan untuk stok bahan bakar memasak tempe, sewaktu-waktu pasokan kayu bakar putus.

Menurut Pantom, saat ini sudah kesulitan mencari kayu bekas di perkampungan warga. Limbah kayu bekas sudah jarang ada, karena banyak pemilik rumah memakai besi, baja ringan, alumunium, dan plastik. Bila ada bongkaran rumah, yang ada batu pecahan, triplek, dan sedikit kusen pintu atau jendela.

Selama menjadi pemulung kayu bekas, Pantom berhasil menyelesaikan anak pertamanya menjadi sarjana. “Tinggal satu lagi masih kuliah,” kata Pantom. (Mursalin Yasland)

sumber : https://sumatralink.id/posts/283354/pemulung-kayu-gerobak-dorong-mampu-jadikan-anak-sarjana
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement