Selasa 30 Jan 2024 12:30 WIB

NFA Dorong Sinergi Stakeholder Penuhi Pasokan Kedelai

Produksi kedelai nasional hanya 301 ribu ton dari kebutuhan 2,8 juta ton.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja menata tahu di salah satu Industri Rumahan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja menata tahu di salah satu Industri Rumahan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mendorong sinergitas semua stakeholder untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas kedelai.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemenuhan kedelai nasional yang sebagian besar masih dipenuhi dari luar (impor) menjadi perhatian agar stok dan permintaan kedelai di pasaran tetap terpenuhi.

Baca Juga

"Karena ini terkait ketersediaan pangan, maka concern utama kita adalah pasokan kedelai terpenuhi sehingga stabilitas pasokan dan harganya terjaga. Ini yang kita upayakan sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, dan tentunya butuh sinergitas kita semua untuk mewujudkan hal tersebut," ujar Arief dikutip dari siaran persnya, Selasa (30/1/2024).

Berdasarkan neraca pangan nasional, total produksi kedelai dalam negeri tahun 2022 mencapai 301 ribu ton, sedangkan total kebutuhan nasional mencapai 2,8 juta ton. Artinya kebutuhan kedelai masih defisit sekitar 2,5 juta ton. Kebutuhan tersebut masih harus dipenuhi dari importasi.

Sementara itu untuk menjaga ketersediaan dan stok kedelai nasional, Badan Pangan Nasional telah menetapkan target jumlah Cadangan Pangan Pemerintah  (CPP) untuk kedelai pada 2024 minimal 100 ribu ton, dengan jumlah minimal stok akhir 2024 sebesar 20 ribu ton. 

Menurut Arief, pemerintah memastikan arus importasi kedelai dapat segera masuk agar kelangkaan di pasaran dapat diantisipasi. "Keterlambatan kedatangan kedelai ini kan dipengaruhi situasi geopolitik yang terjadi, sehingga mengganggu kelancaran logistik internasional. Namun ini terus kita dorong untuk segera masuk sehingga ketersediaannya stabil," ungkap Arief.

Arief juga meminta Gakoptindo untuk memastikan kebutuhan per daerah secara detail sehingga Bulog dapat berperan sebagai penyedia. Sementara dari sisi pembiayaan, Arief mendorong keterlibatan perbankan dengan menggunakan model Supply Chain Financing (SCF).

"Yang perlu kita dudukkan adalah berapa kuantitas kebutuhan kedelai untuk para pengrajin tahu dan tempe per daerah sehingga kita bisa ketahui secara nasional berapa per bulan kebutuhannya. Jadi harus didetailkan dengan begitu kita minta Bulog untuk memastikan pengadaannya terpenuhi,"  ujar Arief.

Apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi, Arief meminta Kopti dan para pengrajin berkomitmen membeli kedelai sesuai Harga Acuan Pembelian/ Penjualan (HAP) yang telah disepakati dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2022. Adapun di dalam Perbadan tersebut HAP kedelai sebesar Rp 10.775 per kg untuk harga acuan pembelian kedelai lokal di produsen serta Rp 11.400 per kg (kedelai lokal) dan Rp 12.000 per kg (kedelai impor) untuk harga acuan penjualan di konsumen.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaluddin Iqbal mengatakan, pihaknya siap diajak duduk bersama membahas mekanisme pengadaan kedelai tersebut. Ia mengungkapkan, terdapat dua mekanisme yaitu melalui penugasan dari Badan Pangan Nasional kepada Bulog berdasarkan Perpres 125 tahun 2022 maupun melalui mekanisme komersil yang diatur melalui regulasi di Kementerian BUMN.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement