Selasa 30 Jan 2024 13:39 WIB

Hamas Tolak Bebaskan Sandera Jika Israel tak Hentikan Serangan

Netanyahu mengakui masih ada kesenjangan signifikan dalam proses negosiasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel merayakan kebebasannya bersama warga yang menunggu mereka, setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023).
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel merayakan kebebasannya bersama warga yang menunggu mereka, setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA –- Permasalahan sandera, masih menjadi salah satu isu yang alot dibahas antara Hamas dan Israel. Hamas mengatakan, pembebasan orang-orang yang masih mereka sandera membutuhkan jaminan diakhirinya agresi Israel ke Jalur Gaza.

Selain itu, Hamas juga menuntut agar semua pasukan Israel di Gaza ditarik. “Keberhasilan pertemuan Paris bergantung pada persetujuan Pendudukan Israel untuk mengakhiri agresi komprehensif di Jalur Gaza,” kata pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada Reuters, Senin (29/1/2024).

Baca Juga

Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns dan Direktur Badan Intelijen Israel (Mossad) telah mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani di Paris, Prancis, Ahad (28/1/2024) lalu. Kepala Badan Intelijen Umum Mesir Abbas Kamel turut berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.

Mereka membahas tentang potensi penerapan gencatan senjata dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina. Sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, Qatar, Mesir, dan AS telah menjadi mediator dalam negosiasi Israel dengan Hamas.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan, pertemuan yang berlangsung di Paris pada Ahad lalu berlangsung konstruktif. “Pertemuan itu didefinisikan sebagai pertemuan yang konstruktif,” katanya.

Namun Netanyahu mengakui masih ada kesenjangan signifikan dalam proses negosiasi. Dia menyebut bahwa hal itu akan dibahas lebih lanjut pekan ini dalam pertemuan tambahan. Menurut statistik Israel, Hamas menculik sekitar 239 orang ketika mereka melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. 

Pada 24 November hingga 1 Desember 2023, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Kesepakatan itu tercapai berkat peran mediasi Qatar, Mesir, dan AS. Selama periode gencatan senjata, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera.

Hamas membebaskan 105 sandera. Mereka terdiri dari 81 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 240 tahanan Palestina.

Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza. Hamas sempat menyampaikan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan sejumlah sandera akibat agresi tanpa henti Israel ke Gaza. Hamas memperkirakan beberapa sandera telah terbunuh serangan Israel.

Sejauh ini, lebih dari 26.400 warga Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu korban luka melampaui 65 ribu orang.

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement