Selasa 30 Jan 2024 13:46 WIB

ITB Libatkan Pinjol untuk Bayar UKT, Komisi X: Mengarah Komersialisasi Pendidikan

Perlu adanya kajian kembali terkait otonomi pengelolaan pendanaan

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Arie Lukihardianti
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengapresiasi prestasi kontingen Indonesia yang mencatatkan rekor di FISU World University Games Chengdu 2021 yang dihelat pada tahun 2023, yaitu dengan meraih tujuh medali yang menjadi capaian tertinggi sepanjang partisipasi di kejuaraan itu.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengapresiasi prestasi kontingen Indonesia yang mencatatkan rekor di FISU World University Games Chengdu 2021 yang dihelat pada tahun 2023, yaitu dengan meraih tujuh medali yang menjadi capaian tertinggi sepanjang partisipasi di kejuaraan itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengkritik Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menggandeng layanan pinjaman online (pinjol) untuk mencicil biaya kuliah tunggal (UKT). Menurutnya, jangan sampai pengelolaan sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan menjadi awal munculnya komersialisasi pendidikan.

Huda menilai, kebijakan yang berpotensi mengarah ke komersialisasi pendidikan akan sangat memberatkan mahasiswa. Karenya, ia mendorong adanya kajian untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).

Baca Juga

"Kami tentu tidak ingin otoritas pengelolaan sumber pendanaan ini justru memicu komersialisasi pendidikan entah itu melalui UKT atau seleksi masuk mahasiswa baru melalui jalur mandiri," ujar Huda lewat keterangannya, Selasa (30/1/2024).

Saat ini, perlu adanya kajian kembali terkait otonomi pengelolaan pendanaan. Menurutnya, yang terjadi di ITB menunjukkan adanya persoalaan terkait pengelolaan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Menurutnya, menggandeng pihak pinjol untuk skema pembayaran UKT dinilai sebagai jalan pintas yang salah. Sebab hal tersebut dapat menjerat mahasiswa dalam lingkaran utang dan sangat riskan. 

"Bagi mahasiswa yang benar tidak mampu, mereka terpaksa mengambil opsi ini. Bagi mahasiswa nakal, opsi ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan lain. Ujungnya mahasiswa dan wali mahasiswa yang dirugikan," kata Huda.

ITB sebagai PTNBH memang mempunyai hak untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Namun, harus dipertimbangkan juga beban yang didapat oleh mahasiswa. Ia pun mengingatkan Pasal 65 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Di dalamnya menegaskan, penyelenggaraan fungsi pendidikan di PTNBH harus tetap terjangkau masyarakat.

Di samping itu, ia mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) mengevaluasi kerja sama sejumlah PTN dengan pihak ketiga. Khususnya PTNBH dengan layanan pinjol.

"Kami mendorong juga ada kajian untuk skema baru untuk meringankan beban mahasiswa yang kesulitan membayar UKT," kata Huda.

Beberapa waktu lalu, kata dia, pihaknya menolak penghentian alokasi APBN untuk dana abadi pendidikan sebesar Rp 20 triliun per tahun. "Dalam pandangan kami dana abadi pendidikan tetap harus diperbesar sehingga manfaatnya bisa digunakan salah satunya untuk meringankan UKT," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement