REPUBLIKA.CO.ID, LUANG PRABANG -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi meminta Laos sebagai ketua ASEAN yang baru, agar tidak melakukan pembiaran pada Myanmar agar tidak dikapitalisasi pemangku kepentingan tertentu. Hal ini ia sampaikan usai pertemuan menteri luar negeri ASEAN di Luang Prabang, Laos.
Laos adalah negara tetangga pertama yang menjabat sebagai ketua ASEAN sejak kudeta militer Myanmar yang merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 2021 lalu. Kudeta memicu gejolak kekerasan setelah sejumlah kelompok etnis dan pemberontak yang melawan penindakan keras pemerintah militer pada gerakan pro-demokrasi.
"Indonesia sambut baik komitmen ulang para Menlu ASEAN untuk menjadikan 5PC (Konsensus Lima Poin) sebagai referensi utama upaya ASEAN membantu Myanmar keluar dari krisis. Indonesia juga menyampaikan semua catatan penanganan isu Myanmar selama keketuaan Indonesia tahun lalu, telah disampaikan ke Laos sebagai Ketua tahun ini," kata Retno dalam pernyataan yang diunggah di akun Youtube Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Senin (29/1/2024).
"Indonesia juga mengharapkan tidak terjadinya permissive actions yang dapat menghambat atau memundurkan implementasi 5PC. Engagement dengan stakeholders harus dilakukan secara cermat, agar tidak secara politis dikapitalisasi oleh stakeholder tertentu," tambahnya.
Retno mengatakan, Indonesia siap berkontribusi melalui mekanisme Troika (tiga negara). Ia mengatakan diskusi mekanisme troika ini diharapkan tidak hanya terbatas pada konsultasi, namun juga mencakup koordinasi bantuan kemanusiaan dan fasilitasi dialog yang inklusif.
"Kemudian mengenai keterlibatan dengan mitra eksternal ASEAN, Indonesia mengharapkan selalu dikoordinasikan dengan Ketua ASEAN," katanya. Retno mengatakan dalam pertemuan itu ia juga membahas isu Rohingya. Ia menekankan isu Rohingya harus terus dibahas di ASEAN dan sebagai bagian dari upaya penyelesaian masalah Myanmar.
"ASEAN harus bekerja keras untuk mempersiapkan kondisi kondusif sehingga kaum Rohingya dapat kembali ke Myanmar secara sukarela, aman dan bermartabat," katanya. Dalam pernyataan itu Retno mengatakan keputusan ASEAN untuk tidak mengundang pejabat tingkat politik Myanmar tetap diberlakukan. Myanmar memutuskan untuk mengirim wakil pada tingkat non-politik, yaitu Permanent Secretary dari Kementerian Luar Negeri Myanmar.
"Sekali lagi, Myanmar hadir pada non-political level," kata Retno. Menteri Luar Negeri mengatakan pertemuan tersebut digelar dua sesi. Sesi pertama membahas prioritas Laos sebagai Ketua ASEAN dan tindak lanjut dari KTT sebelumnya, termasuk diantaranya implementasi Konsensus Lima Poin.
Di sesi pertama, Retno mengatakan, Indonesia menyampaikan dukungan terhadap keketuaan dan prioritas Laos tahun ini. Ia menyampaikan hal-hal yang penting untuk ditindaklanjuti Laos antara lain mengarusutamakan isu maritim, melalui the ASEAN Maritime Forum (AMF)/Expanded ASEAN Maritime Forum (EAMF) dan inisiatif maritim lain.
"Juga pentingnya dilanjutkan ASEAN Human Rights Dialogue, 2nd ASEAN Interreligious and Intercultural Dialogue Conference, 2nd ASEAN Blue Economy Forum dan Finalisasi TOR ASEAN Coordinating Task Force on Blue Economy," katanya. Retno juga membahas peta jalan Timor Leste menjadi anggota penuh ASEAN.
Ia menekankan kesiapan Indonesia untuk terus membantu Timor Leste memenuhi peta jalan tersebut menuju keanggotaan penuh di ASEAN. "Untuk tahun ini, prioritas bantuan kapasitas yang diberikan oleh Indonesia antara lain di bidang food control, education including ASEAN Study, dan customs reform and modernization," katanya.
Selain menghadiri pertemuan ASEAN, Retno juga menggelar pertemuan bilateral dengan menteri luar negeri Laos termasuk membandingkan catatan terhadap hal-hal yang perlu ditindaklanjuti selama keketuaan Laos. Ia juga bertemu Menteri Luar Negeri Thailand untuk membahas koordinasi dapat dilakukan untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin.
"Selain itu, bersama dengan Menlu Laos saya telah menyaksikan penandatanganan MoU kerjasama antara Indonesia dan Mekong River Commission (MRC)," katanya. Retno menjelaskan inti dari MoU adalah kerjasama pemberian kapasitas di beberapa bidang prioritas antara lain pengelolaan sumber daya air, irigasi, ketahanan terhadap perubahan iklim, pengelolaan penanggulangan bencana, pertambakan berkelanjutan, tujuan pembangunan berkelajutan di bidang perairan, dan juga bidang pariwisata.
"Indonesia merupakan negara pertama non-Mekong di ASEAN yang menandatangani kerjasama dengan MRC. Tentunya semangat yang melandasi kerjasama ini adalah spirit Bandung, memperkokoh kerjasama antara negara-negara dari the Global South," katanya. Retno tidak menyebut isu Laut Cina Selatan sebagai isu yang dibahas dalam pertemuan ini.