Rabu 31 Jan 2024 12:14 WIB

Tiga Persoalan Utama Integritas Penyelenggara Pemilu

Akademisi Fisipol UGM soroti kualitas demokrasi dan integritas penyelenggara Pemilu.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Erdy Nasrul
Fisipol UGM menggelar diskusi bertajuk Suara Politik Fisipol UGM untuk Demokrasi yang Berkualitas  di Ruang Rapat Dekanat Fisipol UGM, Sleman, DIY, Selasa (30/1/2024).
Foto: Republiika/Febrianto Adi Saputro
Fisipol UGM menggelar diskusi bertajuk Suara Politik Fisipol UGM untuk Demokrasi yang Berkualitas di Ruang Rapat Dekanat Fisipol UGM, Sleman, DIY, Selasa (30/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) menyoroti sejumlah isu penting kepemiluan. Salah satu isu yang disoroti yakni soal integritas penyelenggaraan Pemilu.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Abdul Gaffar Karim memaparkan tiga persoalan utama integritas penyelenggara pemilu. Pertama yakni keterputusan antara penyelenggara pemilu dan civil society.

Baca Juga

"Keterputusan ini problem serius karena civil society itu akarnya penyelenggara pemilu," kata Gaffar dalam diskusi bertajuk 'Suara Politik Fisipol UGM untuk Demokrasi yang Berkualitas', Selasa (30/1/2024).

Keterputusan hubungan tersebut membuat tidak tersalurkannya dengan baik keresahan civil society ke ranah negara. Permasalahan kedua yang juga jadi penyebab utama integritas penyelenggara pemilu yakni kedekatan yang berlebihan dengan partai politik dan lembaga legislatif.

"Relasi ini menyebabkan problem dalam independensi lembaga penyelenggara pemilu," ucapnya.

Persoalan ketiga yakni perilaku penyelenggara pemilu yang bertingkah seperti pejabat negara. Seharusnya penyelenggara negara merupakan civil society yang harus tetap gelisah serta membawa semangat civil society.

"Mereka (penyelenggara pemilu) jadi seperti pejabat negara dengan fasilitas di atas eselon 1 dengan penghasilan besar sehingga pola perilakunya menjadi tidak gelisah lagi, jadi mapan,  lebih banyak berelasi dgn elit2 politik," ungkapnya.

Sementara itu Dosen Departemen Sosiologi Kuskridho Ambardi mengungkapkan bahwa kualitas pemilu bisa menjadi salah satu parameter untuk menilai kualitas demokrasi. Kuskridho memandang dari lima pemilu yang diselenggarakan di Indonesia, Pemilihan Presiden tahun ini menjadi yang terendah dari segi kualitas.

Bahkan dalam prosesnya Pemilihan Presiden tahun ini sudah menuai banyak polemik. Hal ini diduga dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemilu.

“Potensi di level publik akan ada ketidakpuasan meningkat. Dengan ketidaknetralan dan bias presiden apa yang dikhawatirkan pengamat akan terjadi, publik akan menilai pemilu saat ini tidak sebagus pemilu sebelumnya,” ujarnya.

Dosen DPP UGM Mada Sukmajati menyoroti politik gas pol di tingkat elite yang terjadi belakangan ini semakin berkembang jelang 14 Februari 2024. Dirinya  khawatir kondisi dapat berdampak negatif terhadap demokrasi dan masyarakat.

"Politik gas pol pada akhirnya hanya akan melahirkan anarki, akan melahirkan  disintegrasi sosial yang kemudian nanti itu yang menandai kita memasuki era kemunduran demokrasi kita," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement