REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Prof Arief Hidayat mengingatkan soal adanya time cyclus atau waktu siklus 20-30 tahunan yang akan selalu dialami Indonesia. Menurut Arief, waktu siklus 20-30 tahunan, selalu menjadi peristiwa maupun tonggak sejarah penting bagi perjalanan bangsa ini.
"Saya mempunyai analisis, di Indonesia ini ada yang namanya time siklus 20-30 tahunan. Time siklus itu dimulai dari tahun 1908, sejak munculnya politik tanam paksa (abab 19), setelah bangsa yang hidup di Nusantara ini kemudian melahirkan kebijakan yang disebut dengan politik etis," kata Arief saat memberikan sambutannya dalam perayaan Natal pengurus DPP PA GMNI di Gedung TVRI, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2024).
Ketika itu, sambung Arief, politik etis melahirkan sekolah-sekolah pada zaman Hindia Belanda pada awal abad ke 20. Dari politik etis ini, kemudian memunculkan cerdik pandai dari kaum pribumi. "Tapi hanya beberapa kelompok kecil dari anak priyayi, anak bangsawan yang bisa mengeyam pendidikan baik dalam Hindia maupun luar negeri di seperti di Belanda," kata hakim MK tersebut.
Dari sanalah, lanjut Arief, kemudian tokoh dalam negeri seperti Sukarno muncul. Sedangkan, contoh lain dari sekolah di negeri Belanda, misalnya Prof Soepomo, dan Bung Hatta. Atas dasar kesadaran politik etis itu, para tokoh-tokoh bangsa ini merasa Indonesia harus menjadi bangsa merdeka yang lepas dari penjajahan.
"Dengan memiliki pemikiran yang sama, maka pada tahun 1928 muncullah gerakan-gerakan kebangkitan nasional," ujar Arief.
Akhirnya, '08 hingga '28, atau berselang 20 tahun kemudian, kata Arief, kesadaran itu meningkat hingga muncul era sumpah pemuda, diikuti dengan perlawanan untuk lepas dari penjajahan. Sehingga di 17 Agustus 1945 para tokoh bangsa itu memerdekakan bangsa ini.
"Setelah 45 ada peristiwa besar, yaitu pada tahun '65 pemberontakan G30S/PKI, siklusnya juga 20 tahunan. Kemudian setelah '65, siklus berikutnya tahun '98 era reformasi," ucap eks ketua MK tersebut
Pascareformasi, yakni pada 2024, bangsa ini pun memasuki satu fase waktu siklus 20-30 lagi. Dalam waktu siklus ini ada peristiwa- peristiwa besar yang menjadi tonggak sejarah Republik ini.
Oleh karena itu, Arief meminta kepada masyarakat Indonesia untuk cermat mengamati waktu siklus yang dialami bangsa Indonesia. "Sebab kalau kita tidak hati-hati maka pascareformasi ini bisa setback kembali ke era sebelum era reformasi. Jadi, saya mengingatkan pada diri kita, kita harus berhati-hati melewati era pascareformasi itu," ujarnya.
Bukan tanpa alasan, Arief mengungkapkan banyak negara di dunia yang gagal bertransformasi. "Proses konsolidasi demokrasi banyak negara yang berhasil dan tidak berhasil. Misalnya, Arab Spring, proses konsolidasi mau berubah dari negara yang nondemokratik menjadi demokratik. Tapi Arab Spring tidak berhasil malah negara-negara Arab sampai saat ini masih terjadi pergolakan politik dan kekerasan militer," ucap Arief.