Rabu 31 Jan 2024 09:36 WIB

Ekonom Proyeksikan Sektor Properti China akan Pulih Terbatas pada 2024

Penjualan properti di China diperkirakan masih akan mengalami kontraksi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
 Seorang pria melihat papan saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin, 6 Desember 2021 . Saham beragam di Asia pada hari Senin setelah pengembang properti bermasalah China Evergrande memperingatkan Jumat malam bahwa mungkin kehabisan uang.
Foto: AP/Koji Sasahara
Seorang pria melihat papan saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin, 6 Desember 2021 . Saham beragam di Asia pada hari Senin setelah pengembang properti bermasalah China Evergrande memperingatkan Jumat malam bahwa mungkin kehabisan uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama 2023, kondisi sektor properti global belum memperlihatkan tanda-tanda pemulihan secara signifikan. Ekonom sekaligus Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip mengatakan pemulihan sektor properti di China diperkirakan akan terjadi pada tahun ini, namun terbatas.

Sunarsip berpendapat berbagai kebijakan yang dilakukan Pemerintah China belum akan mendorong kinerja sektor properti di China. "Penjualan properti di China diperkirakan masih akan mengalami kontraksi selama 12 hingga 18 bulan ke depan," kata Sunarsip, Rabu (30/1/2024).

Baca Juga

Pemerintah China turun tangan untuk memulihkan kondisi sektor propertinya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan baik dalam rangka memperbaiki kinerja keuangan korporasi di sektor properti maupun meningkatkan daya beli masyarakat. Pemerintah China juga menerapkan langkah-langkah untuk mendukung sektor properti, termasuk mendukung pengembang dan pembeli rumah secara finansial, memperluas akses pendanaan, termasuk upaya untuk mengendalikan aksi spekulasi properti.

Dia mengungkapkan, perlambatan pertumbuhan dalam investasi properti telah berdampak pada seluruh perekonomian sehingga menurunkan investasi di berbagai sektor. Hal tersebut terjadi karena kuatnya keterkaitan ke belakang sektor properti dengan sektor ekonomi lainnya, terutama manufaktur bahan konstruksi, produk logam dan mineral, mesin dan peralatan, serta lainnya.

Sunarsip mengatakan, pemulihan korporasi properti terutama akan dialami oleh korporasi yang berstatus sebagai badan usaha milik negara (BUMN). Sementara itu, korporasi properti swasta diperkirakan masih akan menghadapi tekanan akibat keterbatasan sumber keuangan dan akses pendanaan.

Untuk itu, Sunarsip mengatakan pada 2024 prospek sektor properti global di 2024 diperkirakan diwarnai ketidakpastian. "Hal ini seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang masih berjalan lambat," ujar Sunarsip.

Dia menjelaskan, sejumlah lembaga internasional seperti IMF dan World Bank serta lembaga lainnya telah mempublikasikan outlook-nya pada 2024 . Hasilnya, sebagian besar memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi di 2024 lebih rendah dibanding tahun lalu.

IMF pada 30 Oktober 2023 memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 mencapai 2,9 persen lebih rendah dengan perkiraan 2023 yang mencapai tiga persen. Perlambatan pertumbuhan tersebut antara lain dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China.

Seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang melambat, Sunarsip memperkirakan hal tersebut akan mempengaruhi kinerja sektor properti.

"Bahkan di China, kinerja sektor properti yang buruk akibat berbagai kasus kebangkrutan yang menimpa beberapa korporasi besar di bidang properti dalam beberapa tahun terakhir ini justru menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi," jelas Sunarsip.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement