REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Keppres Nomor 8 Tahun 2024, yang salah satu isinya mengubah nomenklatur nama Isa Almasih menjadi Yesus Kristus. Menanggapi perubahan nomenklatur ini, baik Nahdlatul Ulama maupun Al Washliyah menyatakan mendukung pemerintah dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Saya kira itu sah saja karena itu memang hari libur umat kristiani sesuai dengan keyakinannya umat Kristen,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrurrozi kepada Republika, Rabu (31/1/2024).
Ketua Umum Pengurus Besar Al-Jam'iyatul Washliyah Masyhuril Khamis mengaku kurang pas apabila mengomentari agama lain. Kendati demikian, Masyhuril juga menyambut baik dan tidak menjadi persoalan apabila penamaan hari libur Isa Almasih dalam kalender mengalami perubahan nama.
“Ini soal agama lain, jadi agak kurang pas kita menanggapi, (khawatir) nanti mispersepsi,” ujar Masyhuril.
Namun, sebagai umat Islam wajib mengimani Nabi-Nabi termasuk Nabi Isa dan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Pun termasuk keberadaan Nabi Isa, yang dalam keyakinan umat Islam belum meninggal. Sehingga memang kurang pas apabila menyebut hari wafatnya Isa Almasih dalam kalender, padahal umat Islam meyakini Nabi Isa belum meninggal.
“Sebagai umat Islam yang wajib mengimani keberadaan nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW, termasuk Nabi Isa AS. Dalam keyakinan kita beliau belum wafat. Hanya saja dengan tidak menyebut wafatnya Isa, tentu suatu kesesuaian dengan Alquran,” kata Kiai Masyhuril.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2024 yang mengubah nomenklatur istilah Isa Al Masih menjadi Yesus Kristus untuk penamaan hari libur nasional. Dengan Keppres ini, maka penyebutan hari libur dalam kalender nasional terkait Isa Al Masih akan berubah menjadi hari Kelahiran Yesus Kristus, wafat Yesus Kristus, kebangkitan Yesus Kristus atau Paskah, dan kenaikan Yesus Kristus.