REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbduristek) mengkaji skema baru untuk meringankan beban mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT). Salah satu opsi yang diusulkan adalah dengan penggunaan dana abadi pendidikan.
“Kami mendorong juga ada kajian utuk skema baru untuk meringankan beban mahasiswa yang kesulitan membayar UKT,” ujar Huda saat dikonfirmasi, Rabu (31/1/2024).
Huda menambahkan, beberapa waktu lalu dia menyatakan menolak penghentian alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) untuk dana abadi pendidikan sebesar Rp 20 triliun per tahun. Dia berpandangan, dana abadi pendidikan tetap harus diperbesar sehingga manfaatnya bisa diperluas seperti untuk meringankan UKT mahasiswa.
“Dalam pandangan kami dana abadi pendidikan tetap harus diperbesar sehingga manfaatnya bisa digunakan salah satunya untuk meringankan UKT mahasiswa selain skema yang saat ini sudah ada,” kata dia.
Dia juga menyebutkan, pemerintah melalui Kemendikbudristek perlu melakukan review kerja sama yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH) dengan layanan pinjaman online (pinjol). Apabila ternyata merugikan dan memberatkan mahasiswa, maka pemerintah dapat merekomendasikan PTN-BH untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Kemendikbudristek perlu melakukan review terkait kerja sama sejumlah PTN-BH dengan layanan pinjol. Jika memang ternyata merugikan dan memberatkan mahasiswa, maka Kemendikbudristek bisa merekomendasikan PTN-BH untuk meninjau ulang kebijakan tersebut,” tegas Huda.
Langkah Institut Teknologi Bandung (ITB) mengandeng layanan pinjol untuk mencicil biaya kuliah tunggal (UKT) mahasiswa menuai sorotan banyak kalangan. Langkah tersebut Huda nilai jadi jalan pintas yang dapat menjerat mahasiswa dalam lingkaran utang.
“Kami menilai skema cicilan UKT dengan pinjol ini merupakan short cut yang merugikan mahasiswa. Bagi mahasiswa yang benar tidak mampu mereka terpaksa mengambil opsi ini, bagi mahaswa nakal opsi ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan lain. Ujungnya mahasiswa dan wali mahasiswa yang dirugikan,” jelas dia.
Huda mengatakan, sebagai PTN-BH, ITB memang mempunyai hak untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Kendati demikian kerja sama tersebut harusnya tidak boleh membuka potensi kerugian atau beban terutama bagi kalangan mahasiswa.
"Bekerja sama dengan pinjol meski tidak ada jaminan maupun DP tetapi pasti ada bunga. Kami mendengar jika dana pinjaman senilai Rp 12,5 juta dengan tenor selama 12 bulan, harus dicicil mahasiswa Rp 1.291.667 per bulan atau total Rp 15.500.000 setahun,” ujar dia.
Sebagai PTNBH, lanjut Huda, ITB juga berhak menentukan besaran UKT bagi mahasiswa secara mandiri. Kendati demikian, dalam Pasal 65 ayat 4 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan, penyelenggaraan fungsi pendidikan di PTN-BH harus tetap terjangkau masyarakat.