Rabu 31 Jan 2024 19:38 WIB

MPR Dorong Optimalisasi Pengelolaan Lahan Basah untuk Kesejahteraan Masyarakat

Visi pengelolaan lahan basah mengarah pada ekosistem gambut dan mangrove.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat.
Foto: dok pribadi
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) mendorong pemerintah mengoptimalkan potensi lahan basah untuk pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ririe mengimbau adanya keterlibatan masyarakat dan kolaborasi lintas sektor dalam optimalisasi lahan basah agar kesejahteraan merata.

"Sesuai amanat konstitusi UUD 1945, pengelolaan seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk potensi lahan basah," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (31/1/2024). 

Baca Juga

Menurut Ririe, setidaknya Indonesia memiliki tujuh potensi kekayaan sumber daya alam (SDA) yakni potensi hutan, kekayaan biota laut, tambang, tanah, air, udara, dan pariwisata.  Selain itu, tambah dia, ketujuh potensi kekayaan SDA yang ada, Indonesia juga kaya akan lahan basah (wetland).

Ririe menegaskan, nilai ekonomi dan ekologi lahan basah perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya memanfaatkan dan melestarikan potensi yang ada. Berdasarkan potensi lahan basah, menurut Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan harus mampu memperhatikan pemanfaatan lahan basah melalui aturan dan tata kelola lahan basah yang baik. 

Hal ini sebagai upaya memitigasi perubahan iklim dan melestarikan ekosistem. Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini menambahkan, sebagai negara yang  meratifikasi Konvensi Ramsar, pemerintah wajib memberikan perlindungan pada lokasi lahan basah sekaligus merencanakan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan.

Rerie berharap potensi yang dimiliki Indonesia pada lahan basah dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Yakni, dengan menerapkan sejumlah kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus pelestarian lingkungan di tanah air. 

Fungsional Madya, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/ Bappenas, Dadang Jainal Mutaqin menyebut saat ini Indonesia menghadapi tiga krisis yang mengancam manusia. Yakni, perubahan iklim, peningkatan polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati. 

Hal ini ditandai dengan tren peningkatan bencana pada beberapa tahun terakhir, yang didominasi bencana hydro meteorologi. Jika bencana itu tidak dicegah, tegas Dadang, akan semakin besar dampaknya. Visi pengelolaan lahan basah di Indonesia, menurut Dadang, mengarah pada pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove untuk mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan dan mewujudkan ekosistem rendah karbon menuju visi Indonesia 2045.

Direktur Wetlands International Indonesia, Yus Rusila Noor mengungkapkan peringatan Hari Lahan Basah Dunia setiap 2 Februari menjadi momentum mendorong pemanfaatan lahan basah secara bijaksana. Terkait definisi lahan basah, menurut Yus Rusila, biasanya setiap negara memiliki definisi masing-masing. Namun, tambah dia, bagi Indonesia definisi lahan basah merujuk pada Pasal 1 ayat 1 Konvensi Ramsar. 

Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan. Konvensi Ramsar diratifikasi pemerintah Indonesia pada 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. Menurut Yus Rusila, setiap lahan basah memberikan jasa terhadap ekosistem bagi umat manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement