Rabu 31 Jan 2024 21:24 WIB

Starbucks Pangkas Proyeksi Penjualan Imbas Boikot dan Ini Dampaknya Bagi Zionis Israel

Gerakan boikot produk pro Israel berdampak bagi bisnis Starbucks.

Rep: Mabruroh / Red: Nashih Nashrullah
Warga berjalan di dekat gerai Starbucks (ilustrasi).   Gerakan boikot produk pro Israel berdampak bagi bisnis Starbucks
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga berjalan di dekat gerai Starbucks (ilustrasi). Gerakan boikot produk pro Israel berdampak bagi bisnis Starbucks

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Perusahaan Kopi terbesar di dunia, Starbuck memangkas proyeksi penjualan mereka pada 2024, akibat konflik Hamas -Israel.

Pemangkasan ini dilakukan karena perusahaan melihat melemahnya peminat dan melambatnya pemulihan yang diperkirakan akan berdampak pada kinerja kuartal kedua di China.

Baca Juga

Dilansir dari Daily Sabah, Rabu (31/1/2024), rantai kopi terbesar di dunia juga meleset dari ekspektasi pasar untuk hasil kuartal pertama karena menurunnya permintaan kopi dan minuman dingin di Amerika Serikat.

Namun, sahamnya naik 4 persen setelah bel perdagangan, karena analis dan investor Wall Street bersiap untuk pukulan yang lebih besar terhadap penjualan setelah lalu lintas toko yang lemah pada November dan Desember.

CEO Laxman Narasimhan mengatakan pada panggilan telepon pasca-pengumuman pendapatan perusahaan, bahwa perusahaan melihat "dampak signifikan pada lalu lintas dan penjualan di Timur Tengah akibat konflik tersebut.

Menurutnya, dampak perang Hamas-Israel, merembet ke Amerika Serikat, karena banyak konsumen mereka yang akhirnya ikut melancarkan protes dan kampanye boikot, yang meminta perusahaan untuk mengambil sikap terhadap masalah ini. 

Perusahaan, dalam pernyataan pada tahun 2023 di situs webnya, mengatakan mereka adalah organisasi non-politik dan membantah rumor yang mengatakan mereka telah memberikan dukungan kepada pemerintah atau tentara Israel.

“Meskipun Starbucks berusaha untuk mengurangi hambatan di AS melalui upaya termasuk penawaran promosi, namun membutuhkan waktu untuk mewujudkan rencananya,” kata eksekutif perusahaan.

Perusahaan sekarang memperkirakan penjualan baik secara global maupun di AS, tumbuh antara 4 persen dan 6 persen, turun dari kisaran sebelumnya antara 5 persen hingga 7 persen.

Sementara penjualan yang sebanding di Cina naik 10 persen pada kuartal yang berakhir 31 Desember, meningkat dari kenaikan 5 persen pada kuartal sebelumnya, Starbucks mengatakan pemulihan masih lebih lambat dari yang diharapkan karena konsumen menjadi lebih berhati-hati dalam pengeluaran.

Segmen internasionalnya membukukan kenaikan 7 persen dalam penjualan toko yang sama, kehilangan perkiraan analis pertumbuhan 12,07 persen dan mendorong pertumbuhan penjualan toko yang sama global sebesar 5 persen di bawah ekspektasi kenaikan 6,98 persen.

"Hasilnya lebih baik daripada yang ditakuti setelah aksi jual saham baru-baru ini," kata analis Stephens Joshua Long.

Dikutip dari laman...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement