Kamis 01 Feb 2024 11:28 WIB

Bertemu Menlu Belanda, Retno Bahas Ekonomi Hingga Palestina

Retno menyampaikan kekhawatiran akan semakin memburuknya situasi di Gaza.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kiri) berjabat tangan dengan Menlu Belanda Hanke Bruins Slot (kanan) di Den Haag, Rabu (31/1/2024).
Foto: Antara/Kemlu
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kiri) berjabat tangan dengan Menlu Belanda Hanke Bruins Slot (kanan) di Den Haag, Rabu (31/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi membahas berbagai isu mulai dari kerja sama ekonomi hingga Palestina, dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Belanda Hanke Bruins Slot di Den Haag pada Rabu (31/1/2024).

“Belanda adalah salah satu mitra penting Indonesia di Eropa. Belanda merupakan mitra dagang terbesar pertama dari Eropa dan juga mitra investasi yang pertama terbesar di Eropa. Hal yang sama juga berlaku untuk bidang pariwisata,” kata Retno dalam pernyataan persnya.

Baca Juga

Selama pertemuan, Retno menyampaikan harapan agar Rencana Aksi untuk 2024-2025 yang ditandatangani bersama dengan Menlu Hanke di Jakarta pada Oktober tahun lalu dapat diimplementasikan dengan baik. Ia menekankan kembali beberapa prioritas kerja sama bilateral, antara lain transisi energi, industri digital, serta pengembalian barang-barang bersejarah Indonesia.

“Saya juga tekankan pentingnya kedua negara untuk terus bekerja sama di dalam memperkuat produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Sebagaimana diketahui, 14 persen dari total ekspor Indonesia ke Belanda adalah berupa kelapa sawit,” kata dia.

Dalam konteks kerja sama bilateral, Menlu Belanda juga menyampaikan kembali komitmen untuk bekerja sama dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara. Terutama terkait dengan perairan dan sustainable city. Belanda juga menyampaikan dukungan penuh bagi aplikasi Indonesia untuk menjadi anggota OECD.

Selanjutnya, Retno membahas kerja sama antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Uni Eropa (EU), terutama menjelang pertemuan para menlu ASEAN-EU yang akan diselenggarakan pada 1-2 Februari 2024, di Brussels, Belgia.

Dengan penduduk lebih dari 650 juta, dia menyebut ASEAN memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan kerja sama dengan EU. “Saya menyinggung di dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Hanke mengenai negosiasi yang sedang dilakukan Indonesia dengan EU terkait dengan CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Sejak 2016, sudah dilakukan 16 kali putaran perundingan dan diharapkan negosiasi akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat,” tutur Retno.

Menyambut putaran ke-17 perundingan Indonesia-EU CEPA yang akan berlangsung di Indonesia, Retno menegaskan pentingnya prinsip saling menguntungkan agar dijadikan pedoman dalam negosiasi. “Spirit inilah yang perlu terus dijaga dalam penyelesaian negosiasi,” katanya.

Retno pun menyampaikan kembali beberapa kebijakan EU yang dinilai merugikan Indonesia, termasuk soal kelapa sawit dan Regulasi Bebas Deforestasi EU (EUDR). “Saya juga menekankan bahwa komitmen untuk melakukan hilirisasi industri akan terus dilakukan oleh Indonesia. Saya berharap Belanda akan dapat terus memberikan dukungan terhadap negosiasi Indonesia-EU CEPA ini,” ujar dia.

Isu terakhir yang dibahas dalam pertemuan kedua menlu adalah soal Palestina, di mana Retno menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai semakin memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza. “Di tengah situasi kemanusiaan yang memburuk ini, sangat disayangkan bahwa beberapa negara donor, termasuk Belanda, melakukan suspense dukungan keuangannya terhadap UNRWA,” tuturnya.

Oleh karena itu, Retno menegaskan pentingnya investigasi yang komprehensif, kredibel, dan transparan untuk segera dapat dilakukan. Sehingga semua tuduhan Israel terkait keterlibatan sejumlah personel badan PBB untuk pengungsi Palestina itu dalam serangan 7 Oktober 2023 bisa dibuktikan dengan jelas.

“Pembekuan dukungan keuangan terhadap UNRWA akan sangat memperburuk situasi kemanusiaan yang memang saat ini sudah sangat buruk,” kata dia. Di dalam diskusi, pentingnya investigasi juga ditekankan oleh Menlu Hanke dan Belanda menekankan dukungannya terhadap solusi dua negara.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement